Panduan ROHIS, Solusi Implementasi Moderasi Beragama di Sekolah

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)

Bogor (Dit. PAI) -- Rentetan panjang perjalanan penyusunan Panduan Pengembangan Keagamaan Islam melalui Kerohanian Islam (ROHIS) di sekolah sejak bulan Februari hingga September 2023 dilaksanakan dalam rangka menjawab berbagai problem keagamaan yang terjadi di kalangan remaja dan siswa-siswi.

Gerakan radikalisme,  intoleransi, pemahaman keagamaan yang ekstrim, kenakalan remaja, tawuran, aborsi, dan pandangan negatif generasi Z serta milenial terhadap disrupsi keagamaan Islam merupakan berbagai tantangan yang harus diselesaikan oleh para pengambil kebijakan dan guru-guru pendidikan agama Islam.

Penelitian PPIM pada tahun 2016 menunjukkan bahwa setidaknya 18% guru pendidikan agama Islam di sekolah percaya bahwa Indonesia dapat diubah menjadi sistem khilafah melalui pemberontakan, perlawanan, peperangan, dan terorisme. Lalu, studi penelitian LAKIP pada tahun 2010 juga menemukan bahwa dari 25,7% siswa/siswi SMA/SMK di Jabodetabek mengenal organisasi radikal, dan ada sekitar 12,1% dari mereka yang menyetujui agenda-agenda dari organisasi radikal (Ditjen Pendis, 2017).

Sebagai entitas yang bertanggungjawab dalam bidang keagamaan Islam, Direktorat Pendidikan Agama Islam melalui Subdit PAI pada SMA/SMALB/SMK akhirnya menelurkan sebuah regulasi teranyar yang menjawab dinamika di sekolah sebagaimana dijelaskan diatas. Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Muhammad Ali Ramdhani menandatangani panduan dimaksud dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4510 Tahun 2023 tentang Panduan Pengembangan Keagamaan Islam melalui ROHIS di Sekolah.

Melihat kenyataan tersebut, Kerohanian Islam (ROHIS) dalam implementasinya perlu memperkuat moderasi beragama dan profil pelajar Pancasila. Adapun nilai-nilai moderasi beragama, yaitu berada di tengah-tengah (tawasuth), tegak lurus (i'tidal), toleransi (tasamuh), musyawarah (syuraa), perbaikan (islah), kepeloporan (qudwah), cinta tanah air (muwathanah), anti kekerasan (al la'unf), ramah budaya (i'tiraf al'urf). Sedangkan profil pelajar Pancasila mengacu pada pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Demikian benang merah pernyataan Direktur Pendidikan Agama Islam Amrullah dalam acara Workshop Penyusunan Modul Penguatan Moderasi Beragama melalui ROHIS di Bogor.

"Sejatinya, praktik pengembangan keagamaan Islam di sekolah melalui ROHIS telah diimplementasikan oleh para guru-guru contohnya Jawa Tengah sebagai pilot project konsep pengembangan dan praktik baik pelaksanaan pengembangan keagamaan Islam melalui Kerohanian Islam di sekolah, dengan program SPECTA nya," ujar Amrullah dalam sambutan dan arahannya (20/09).

Amrullah menyampaikan harapannya bahwa tindak lanjut ke depan yang terpenting adalah komunikasi intensif antara Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dengan Direktorat Jenderal Vokasi dan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemendikbudristek perihal pengelolaan Kerohanian Islam di sekolah.

"Koordinasi dengan Kemendikbud amatlah urgen, selain itu sosialisasi dan uji publik kepada para guru pendidikan agama Islam juga mesti diperhatikan oleh Subdit SMA/SMALB/SMK dalam jangka panjang yang akan menjadi solusi implementasi nilai-nilai moderasi beragama di sekolah dalam dalam strategi pengembangan berupa kegiatan pembiasaan, kegiatan rutin, dan kegiatan insidental," imbuhnya.

Acara Workshop Penyusunan Modul Penguatan Moderasi Beragama melalui ROHIS di Bogor, tanggal 20-23 September 2023 dihadiri oleh sekitar perwakilan 50 orang GPAI dari Ketua MGMP PAI seluruh Indonesia. Giat yang bertujuan memperkuat nilai-nilai moderasi beragama di sekolah ini dipandu oleh narasumber kompeten di bidangnya, diantaranya Prof. Bahrul Hayat (pakar pendidikan UIII) dan Mahnan Marbawi (Kepala Pusdatin BPIP). [Syamsudin]



Terkait