Semarang (Pendis) - Persoalan kepegawaian di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) perlu mendapatkan perhatian seiring terbitnya regulasi-regulasi baru, seperti Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, dan Permenpan No. 25 tahun 2016 tentang Nomenklatur Jabatan Pelaksana Bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Instansi Pemerintah. Di dalam regulasi-regulasi tersebut terdapat banyak perubahan kebijakan di bidang kepegawaian yang harus dipahami oleh seluruh pegawai di lingkungan Ditjen Pendidikan Islam.
Besarnya jumlah Satuan Kerja (Satker) Ditjen Pendis pada tingkat tertentu memunculkan kesulitan-kesulitan dalam menjalin komunikasi yang efektif antara pusat dan daerah. Pada konteks kepegawaian, komunikasi antara Ditjen Pendidikan Islam dan Satker di daerah dinilai sangat urgen karena menyangkut hajat hidup pegawai, terutama guru, dosen, dan pegawas pendidikan di daerah.
Guna menjawab kebutuhan tersebut, Bagian Organisasi, Kepegawaian dan Hukum Ditjen Pendis menyelenggarakan kegiatan Rapat Koordinasi Kepegawaian Pendidikan Islam pada Pusat dan Daerah pada 17-19 Mei 2017 di Semarang, Jawa Tengah. Kegiatan tersebut diikuti oleh aparatur yang menangani persoalan kepegawaian dari Kanwil Kementerian Agama, Kantor Kementerian Agama, dan PTKIN dari berbagai daerah di Indonesia. Di dalamnya akan dibahas berbagai persoalan terkait kepegawaian dengan menghadirkan narasumber dari Kementerian PAN-RB, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, dan Biro Kepegawaian Kementerian Agama.
Di dalam sambutannya, Kepala Kanwil Kemenag Jawa Tengah yang diwakili oleh Kepala Bagian Tata Usaha, Drs. H. Suhersi, menyampaikan bahwa para pegawai di lingkungan Kementerian Agama perlu memahami sekaligus beradaptasi terhadap regulasi-regulasi baru di bidang kepegawaian. Jumlah pegawai di bawah Kementerian Agama di Jawa Tengah sangat besar, yakni lebih dari 26.000 pegawai, sehingga pemilihan tempat di Jawa Tengah untuk pelaksanaan Rapat Koordinasi Kepegawaian ini menurutnya sangat strategis.
Suhersi memaparkan dua contoh permasalahan kepegawaian di daerah, yakni terkait pengangkatan Kepala Madrasah dan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA). Peraturan Menteri Agama No. 29 Tahun 2014 tentang Kepala Madrasah menyebutkan bahwa salah satu syarat menjadi Kepala Madrasah adalah memiliki Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) Kepala Madrasah yang diterbitkan oleh Balai Diklat Kementerian Agama, sementara kuota diklat yang ada masih kurang, sehingga banyak kursi Kepala Madrasah yang masih kosong. Demikian juga dengan jabatan Kepala KUA yang mengalami kekosongan karena masih menunggu dokumen Petunjuk Pelaksanaan dari pusat.
Oleh sebab itu, Suhersi menilai bahwa penguatan koordinasi antara pusat dan daerah mutlak dibutuhkan mengingat banyaknya persoalan kepegawaian yang harus segera diselesaikan. "Saya berharap para peserta dapat mengikuti kegiatan ini dengan baik dari awal sampai akhir dan dapat menemukan solusi atas permasalahan-permasalahan kepegawaian di Satker masing-masing," pungkasnya. (Nanang/dod)
Bagikan: