Jakarta (Pendis) - Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam, Moh. Isom Yusqi, menyatakan bahwa ada tiga inti reformasi birokrasi, yakni: (1) pelayanan yang prima, (2) profesionalitas pegawai dan (3) bebas dari KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme). Hal itu disampaikan pada saat pembukaan kegiatan Pembahasan Reformasi Birokrasi dan Zona Integritas Ditjen Pendidikan Islam pada Jum`at, 24 Februari 2017 di Jakarta. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Bagian Organisasi, Kepegawaian dan Hukum (OKH) dan diikuti oleh seluruh unit kerja pada Ditjen Pendidikan Islam serta melibatkan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama sebagai narasumber.
Moh. Isom menuturkan bahwa sebenarnya sudah cukup banyak terobosan yang dilakukan oleh Ditjen Pendidikan Islam di bidang reformasi birokrasi, hanya saja masih lemah dalam implementasi dan sosialisasi. Hal itu dibuktikan dengan sudah banyaknya aplikasi berbasis online yang dibuat di Direktorat Pendidikan Tinggi Islam dan Direktorat Pendidikan Madrasah. Padahal jika aplikasi-aplikasi tersebut diimplementasikan secara konsisten maka akan menghasilkan pelayanan yang prima bagi para stakeholder.
Ditjen Pendidikan Islam sebagai pemegang anggaran paling besar di Kementerian Agama mendapatkan perhatian khusus dari Menteri Agama dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Ditjen Pendidikan Islam telah ditetapkan sebagai pilot project pelaksanaan reformasi birokrasi dan zona integritas pada Kementerian Agama, sehingga menjadi entri point bagi keberhasilan reformasi birokrasi pada Kementerian Agama.
Nurul Badruttamam, narasumber dari Itjen Kementerian Agama, menerangkan bahwa kelemahan pelaksanaan reformasi birokrasi pada Ditjen Pendidikan Islam terletak pada kurangnya bukti-bukti pendukung (evidence) berupa foto, video, maupun dokumen pendukung lainnya. Kurangnya bukti-bukti pendukung tersebut menjadikan perolehan indeks reformasi birokrasi Diten Pendidikan Islam rendah. Oleh sebab itu, kegiatan Pembahasan Reformasi Birokrasi dan Zona Integritas Ditjen Pendidikan Islam ini berisi penjelasan yang sangat teknis terkait pengisian evidence pelaksanaan reformasi birokrasi serta dokumen-dokumen pendukung yang harus dilampirkan.
Pada akhirnya, agenda reformasi birokrasi ini bermuara pada meningkatnya mutu pelayanan publik secara riil, tidak sebatas reformasi yang sifatnya administratif. Dibutuhkan komitmen bersama dari para pegawai pada Ditjen Pendidikan Islam untuk bersama-sama melakukan perubahan. Semangat reformasi birokrasi mendorong pegawai memiliki mental melayani, bukan dilayani. (nanang/dod)
Bagikan: