Jakarta (Pendis) - Efisiensi belanja barang program Pendidikan Islam Tahun Anggaran 2017 merupakan suatu keharusan dan harus diselesaikan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis). "Sampai saat ini alasan adanya pemotongan masih belum jelas," ujar Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam (Sesditjen Pendis) Prof. Dr. Moh. Isom, MA pada saat memberikan materi dalam kegiatan Penyusunan Pagu Anggaran PTKIN Tahun 2018 Program Pendidikan Islam, Senin (17/07) di Jakarta. Akan menjadi berbahaya jika pemotongan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. Oleh karena itu, Sesditjen Pendis berharap seluruh jajaran Ditjen Pendis selalu bekerja keras dengan mengerahkan segenap tenaga semampu dan sekuat yang bisa dilakukan. Dari sisi waktu, penyelesaian pemotongan akan berlangsung lama karena exercise pemotongan merupakan hasil dari konsultasi dengan pimpinan.
Moh. Isom berasumsi bahwa perencanaan Ditjen Pendidikan Islam masih tidak cukup bagus dan futuristic. Hal ini terlihat dari banyaknya revisi yang dilakukan oleh para satker daerah seperti Kanwil dan PTKIN. Revisi sudah dianggap menjadi keseharian dan hal yang rutin. Aparatur sudah terjebak kepada rutinitas yang menjemukan. Menurut Isom, zona aktivitas aparatur Dirjen Pendidikan Islam banyak terdapat dalam kategori zona 1 (pergerakannya hanya sebatas tugas dan fungsi) dan zona 2 (aktivitasnya sebatas tugas dan fungsi, aman dari pemeriksa dan kemitraan). Jumlah aparatur yang masuk kategori zona 3 (idealisme) masih terbatas. Ditjen Pendidikan Islam membutuhkan idealisme dalam membangun kreatifitas dan kebermaknaan terang Isom. Akses, sarana, mutu, daya saing, output dan outcome harus dipikirkan ketika penyusunan.
Terkait dengan penyusunan, Dirjen Pendidikan Islam masih menggunakan pagu indikatif. Permasalahan mendasarnya adalah data Pendidikan Islam yang tidak vaild dan masih imajinatif sambut Isom. Contoh kecilnya adalah tidak sinkronnya data pegawai yang ada pada Ditjen Pendis dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dampaknya adalah masih terhutangnya tunjangan profesi guru yang harus diselesaikan oleh Ditjen Pendidikan Islam. Selain itu, Isom menitipkan supaya belanja bahan dibuatkan aplikasinya. Tujuannya adalah supaya belanja bahan mempunyai standar atau ketentuan yang sama. Isom menginginkan agar "perlengkapan peserta, publikasi dan dokumentasi dikategorisasikan". Contoh, kegiatan nasional seperti AKSIOMA, KSM, PIONIR, dan AICIS, masuk dalam kategori 1. Kategori 2 merupakan kegiatan yang melibatkan seluruh kanwil Kemenag provinsi atau PTKIN. Kategori 3 merupakan kegiatan nasional yang melibatkan teknis tertentu seperti konsinyering dan RDK. Dalam arahan terakhirnya Sesditjen berharap supaya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada tahun 2018 bisa tercapai melalui perencanaan yang bagus, kesesuaian akun, dan laporan keuangan yang sudah berbasis akrual. (zaki/dod)
Bagikan: