Direktur GTK Madrasah pada pelaksanaan seminar nasional "Meningkatkan Komperensi GTK Menyongsong Kurikulum Nasional"

Direktur GTK Madrasah pada pelaksanaan seminar nasional "Meningkatkan Komperensi GTK Menyongsong Kurikulum Nasional"

Sleman (Pendis) - Untuk merespon perubahan yang begitu cepat dalam dunia pendidikan, para guru dan Kepala Madrasah (Kamad) harus mampu sesuaikan pola pembelajaran madrasah agar lebih efektif. 

Demikian dikatakan Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Ditjen Pendis, Thobib Al Asyhar dalam seminar nasional "Meningkatkan Komperensi GTK Menyongsong Kurikulum Nasional" yang diselenggarakan PCNU dan Maarif NU Kabupaten Sleman di Pesantren Anwar Futuhiyyah, Sleman Yogyakarta (21/04/2024).

Thobib menegaskan dunia telah benar-benar berubah yang mengharuskan seluruh stake holders madrasah melakukan langkah-langkah penting dan strategis agar seluruh proses pendidikan dapat berjalan lebih relevan, mendalam, dan komprehensif dalam membekali anak didik.

"Dunia saat ini benar-benar telah berubah, sehingga harus direspon serius oleha para guru dan kepala madrasah dengan melakukan langkah penting dan strategis agar pendidikan madrasah berdampak nyata, relevan, mendalam, dan komprehensif, sehingga dapat membekali anak didik dengan baik dan tepat," tegasnya.

Mantan sekretaris Menteri Agama ini juga menyinggung soal penerapan kurikulum merdeka yang menjadi kurikulum nasional. Menurutnya, kebijakan Kemendikbud terkait kurikulum merdeka, merdeka belajar, dan merdeka mengajar harus ditanggapi secara positif.

"Jika dilihat secara seksama, urgensi kurikulum merdeka, (merdeka mengajar dan merdeka belajar) dilatarbelakangi adanya krisis pembelajaran bangsa ini yang perlu pemulihan secara serius. Setidaknya ada 3  poin pokok kenapa kurikulum merdeka penting: pertama, penyampaian materi pembelajaran bersifat esensial, sehingga insight anak didik bisa lebih mendalam," jelasnya.

"Kedua, mengembangkan soft skill dan karakter anak didik melalui profil pelajar Pancasila. Ketiga,  pembelajaran dilaksanakan secara lebih fleksibel, baik untuk anak didik maupun guru dengan tetap menjaga kualitas capaian pembelajaran", tambah mantan Kasubdit Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat DIKTIS ini. 

Terkait dengan tradisi Islam masa lalu dalam penerapan merdeka belajar dan merdeka mengajar, dosen  Psikologi Islam SKSG UI ini menjelaskan bahwa sebenarnya dalam Islam telah dipraktikkan sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan konteks anak didik. Anak didik ditempatkan sebagai subjek, bukan objek pendidikan secara pasif.

"Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata: 'allimu auladakum bighairi ilmikum fa-innahum khuliqu lizamani ghairi zamanikum. Ajarilah anak-anak kalian tidak dengan cara dan ilmu kalian, karena mereka memiliki perilaku sesuai dengan konteks zamannya. Ajaran Sayyidina Ali bin AbibThalib ini jelas menggambarkan tentang pentingnya pendidikan dan proses pembelajaran anak perlu disesuaikan dengan konteks zaman yang lebih kreatif dan inovatif. Spirit Merdeka Belajar dan Merdeka Mengajar bisa dibilang mirip dengan konsep yang dimaksud Ali bin Abi Thalib tersebut", ujarnya.

Bahkan, kata Thobib, Alquran sendiri menunjukkan bahwa Allah mengajarkan manusia tentang keindahan sorga sesuai dengan kemampuan cernanya dengan menggambarkan sorga yang penuh kenikmatan, banyak buah-buahan, dimana hidup dalam kedamaian dengan suasana pegunungan yang di bawahnya ada air telaga jernih mengalir yang sangat indah dipandang. Sementara masyarakat Arab saat turunnya ayat tersebut berada dalam nuansa alam Padang Pasir yang tandus dan gersang. Penggambaran Alquran tersebut jelas menunjukkan akan pentingnya pengajaran yang sesuai dengan konteks yang ada. 

Seminar nasional dihadiri sekitar 200 guru dan kepala madrasah di bawah binaan Maarif NU Kabupaten Sleman, mulai dari RA, MI, MTs, hingga MA. Juga ada peserta dari Kulonprogo Jogjakarta. Hadir juga Kepala Kemenag Kabupaten Sleman, Sidik Pramono, dan pengasuh pesantren Anwar Futuhiyyah, KH. Muhammad Labib Anwar.