Jakarta (Pendis) – Praktik keislaman di Indonesia adalah praktik keislaman yang otentik. Islam Indonesia bukan Islam pinggiran, tetapi sama dengan Islam yang ada di Timur Tengah, sehingga kita harus bisa berfikir secara moderat.
Hal demikian dinyatakan oleh Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan M. Zain, selaku narasumber pada "Webinar Revitalisasi Nilai - Nilai Moderasi Beragama dalam Bingkai Ke-Indonesiaan", yang digelar secara daring oleh Dharma Wanita Unsur Pelaksana Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, pada Jum’at (27/8/2021).
Zain menekankan, karena prektek keislaman kita otentik, maka dalam konteks keindonesiaan kita tidak ada alasan kita sebagai warga bangsa Indonesia untuk berfikir apalagi bertindak radikal. “Kita harus betul-betul merawat serta mempraktikkan moderasi beragama mulai dari diri kita, keluarga kita dan masyarakat,” tegas Zain.
Dijelaskan Zain bahwa sejarah Islam mengungkapkan Indonesia terus bertahan meskipun derasnya peradaban dunia yang datang ke Indonesia. “Kekuatan Indonesia akan keberagamaan dan tenggang rasa “tepo sliro”, kedamaian, sangat diharapkan kebangkitannya di Indonesia, karena itu sangat penting dan itulah wajah Islam rahmatal lil ‘alamain,” jelasnya.
Diakhir paparannya, Zain mengajak kepada lebih dari 400 peserta webinar, agar ikut serta menyampaikan kepada seluru masyarakat luas untuk mengakhiri cara beragama yang lugu.
“Kita harus menyampaikan kepada masyarakat, bahwa kita harus mengakhiri cara beragama yang lugu, sehingga kita dapat menjadi bagian kebangkitan Islam rahmatal lil ‘alamin,” papar Zain.
Ketua Darmawanita Unsur Pelaksana Ditjen Pendis, Hilda Ainissyifa Ali Ramdhani, menyampaikan karakter Indonesia selalu menghargai dan menerapkan aspek kemaslahatan sebagai prioritas. Memberikan kedamaian dan keteduhan serta memegang teguh atas kesepakatan hidup berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila.
Menurut Hilda, moderasi beragama adalah cara pandang, sikap serta praktik beragama dalam kehidupan bersama-sama dengan cara mengejawentahkan esensi ajaran agama yang senantiasa melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum berlandaskan pada prinsip adil, seimbang, mentaati serta kesepakatan berbangsa.
Dijelaskan Hilda, saat ini generasi-generasi muda tidak mendapatkan pembelajaran seperti pembelajaran tempo dulu, dengan intruksi guru menghafal sejarah serta budaya di Indonesia. Hilangnya tradisi menghafal materi pembelajaran tentang budaya di Indonesia saat ini, menurut Hilda, salah satu faktor penyebabnya adalah perkembangan teknologi yang begitu sangat deras.
“Saking begitu derasnya arus perkembangan teknologi, hingga kita kewalahan terhadap ombak informasi yang setiap hari masuk kepada masyarakat terutama generasi-generasi kita,” ungkap Hilda.
Untuk itu, lanjut Hilda, moderasi beragama sangatlah penting untuk kita rawat bersama, ajaran islam itu saling menghargai antar keyakinan, “lakum dinukum waliyadiin”. “Islam menghargai kebersamaan juga tetap menjaga kedamaian dalam hidup berdampingan,” tuturnya.
Ketua pelaksana webinar, Asriaty M.Zain memberikan laporan bahwa webinar ini merupakan program Darma Wanita Unsur Pelaksana Ditjen Pendis. Tema yang diusung dalam webinar ini sangat penting, mengingat indonesia adalah negara yang masyarakatnya majemuk, terdiri dari berbagai suku, beragam budaya, berbagai agama, berbagai aliran. Tentu akan muncul perbedaan pandangan.
“Kita sering menyaksikan adanya gesekan pandangan antara keagamaan dengan ritual budaya, munculnya sikap eksklusif dalam memilih pemimpin yang berbeda keyakinan, bahkan muncul sikap atas nama agama ingin mengganti ideologi pancasila hingga muncul ajakan jihad fii sabilillah bahkan terjadi bom bunuh diri Atas nama Tuhan,” tukas Asriaty.
Menurut Asriaty, semua ini terjadi di masyarakat oleh karenanya Kementerian Agama memberikan soslusi jalan tengah yang disebut dengan moderasi beragama. “Semoga dengan webinar ini semakin menambah wawasan kita akan pentingnya sikap toleransi dan kita semakin terpanggil untuk menjadikan moderasi beragama sebagai perspektif,” pungkasnya. (Yuyun)
Bagikan: