Malang (Pendis) - Kementerian Agama, melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah, telah menjalankan evaluasi implementasi kurikulum Merdeka madrasah di aplikasi Simpatika pada hari Rabu (11/10) di Malang, Jawa Timur.
Penting untuk dicatat bahwa Kementerian Agama telah menerapkan kurikulum Merdeka sejak tahun 2022 sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 347 mengenai Pedoman Implementasi Kurikulum Merdeka pada Madrasah.
Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah, Muhammad Zain, menyambut baik pelaksanaan kegiatan ini sebagai hasil sinergi antara Direktorat GTK Madrasah dan Direktorat KSKK Madrasah.
"Guru harus mampu beradaptasi dan berinovasi menghadapi semua perkembangan di dunia pendidikan, termasuk dalam memahami materi kurikulum yang diajarkan," ujar Zain.
Kepala Subdirektorat Bina GTK MI dan MTs, Ainurrafiq, menjelaskan bahwa kurikulum Merdeka sangat berbeda dengan kurikulum 2013, dan transisi dari kurikulum 2013 ke kurikulum Merdeka pasti akan berdampak pada penyaluran Tunjangan Profesi Guru (TPG).
“Akan ada sedikit perubahan dalam skema jam mengajar antara kurikulum 2013 dan kurikulum Merdeka. Oleh karena itu, kami perlu menyesuaikan aplikasi Simpatika agar tunjangan profesi guru tetap terbayar," kata Ainurrafiq.
Pria yang akrab disapa Rafiq ini juga menegaskan bahwa profesionalisme guru berkaitan erat dengan kesejahteraan mereka. Penyesuaian pada aplikasi Simpatika hanya bertujuan untuk memastikan bahwa penyaluran Tunjangan Profesi Guru (TPG) tetap berjalan lancar meskipun dalam masa transisi perubahan kurikulum.
“Kami harus memastikan bahwa implementasi kurikulum Merdeka tidak menghambat penyaluran tunjangan profesi guru,” tegasnya.
Subkoordinator Bina Tenaga Kependidikan MI dan MTs, Arif Nugraha, menjelaskan bahwa Simpatika selalu berusaha sefleksibel mungkin untuk mengakomodasi implementasi kurikulum Merdeka. Ini dilakukan karena banyak kendala dalam implementasi kurikulum Merdeka yang berhubungan dengan penyaluran TPG.
“Banyak guru mengalami kendala karena kekurangan jumlah jam mengajar minimal sebanyak 24 jam per minggu akibat transisi dari kurikulum 2013 ke kurikulum Merdeka. Oleh karena itu, kami membuat Simpatika lebih fleksibel agar kekurangan jam mengajar tidak terulang," ungkap Arif.
"Kami sudah membuat Simpatika sefleksibel mungkin dalam implementasi kurikulum Merdeka, namun fleksibilitas ini tetap dalam kerangka yang rasional sehingga tidak disalahgunakan oleh guru atau madrasah untuk kepentingan pribadi," terangnya.
Para kepala madrasah dari berbagai daerah di Indonesia hadir dalam kegiatan ini dan memberikan apresiasi terhadap aplikasi Simpatika yang dapat mengakomodir kebutuhan implementasi kurikulum Merdeka, sehingga pembayaran TPG bagi guru yang bersertifikat pendidik tetap berlangsung lancar karena pemenuhan minimal 24 jam mengajar tetap terpenuhi.
Tags:
GTK MadrasahBagikan: