Tangerang (Pendis) – Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Moh. Isom menyampaikan pentingnya guru akidah akhlak mempertimbangkan perkembangan kognitif dan psikologis anak-anak dalam menyampaikan materi.
Hal demikian Isom sampaikan saat memberika sambutan pada kegiatan Sosialisasi dan Orientasi Pendampingan Kelompok Mata Pelajaran Akidah Akhlak. Menurutnya kegiatan ini dilaksanakan demi suksesnya implementasi kurikulum merdeka.
“Anak-anak usia PAUD/RA dikenalkan dengan konsep-konsep yang konkrit dan disampaikan dengan bermain dan bernyanyi,” katanya. “Jangan sampai anak-anak PAUD disuruh memahami tentang dalil. Begitu juga jenjang MI dan MTs belum saatnya diberi materi tentang perbandingan akidah,” ujar Isom di Tangerang, Selasa (23/08/2022).
Isom mengatakan materi pembelajaran Akidah Akhlak juga harus sesuai dengan pemahaman umum yang berlaku di masyarakat. Terlebih materi akidah lebih banyak bersifat ijtihadi sehingga dapat dipilih materi yang tidak kontraproduktif dengan masyarakat.
Kasubdit Kurikulum dan Evaluasi KSKK Madrasah, Suwardi menambahkan, implementasi kurikulum merdeka tidak boleh terjebak pada pemenuhan administrasi saja, tetapi kurang berdampak pada pembelajaran di kelas.
“Oleh karena itu, Direktorat KSKK menyediakan beberapa model penyusunan tujuan pembelajaran, alur tujuan pembelajaran, dan modul ajar,” ungkap Suwardi.
“Model-model tersebut berfungsi sebagai inspirasi bagi guru agar tidak terjebak pada format-format tertentu yang dianggap baku,” sambungnya.
Selain itu, lanjut Suwardi, madrasah juga harus mengakomodir peserta didik yang berkebutuhan khusus. Madrasah harus mengakomodir anak-anak berkebutuhan khusus agar dapat mengembangkan bakat dan potensinya sebagaimana anak-anak lainnya.
Guru Berkebutuhan Khusus
Presti Murni Setiati merupakan guru Akidah Akhlak MTsN 1 Magelang yang menjadi salah satu peserta kegiatan. Presti, begitu dia disapa, mengalami gangguan penglihatan berupa kebutaan menyeluruh. Keterbatasannya tidak menyebabkan semangat Presti kendur. Presti dapat mengikuti kegiatan dengan baik. Meski tidak bisa melihat, Presti mampu mengetik di laptop sebagaimana guru-guru lainnya.
Kehadiran Presti menambah kesadaran guru terhadap pentingnya untuk mengakomodir anak-anak berkebutuhan khusus dalam pendidikan madrasah. Selama ini madrasah telah membuat program madrasah inklusi sebagai bentuk kepedulian madrasah terhadap anak-anak berkebutuhan khusus.
Walaupun demikian, Suwardi berharap madrasah-madrasah yang belum masuk kategori madrasah inklusi juga dapat menerima anak-anak berkebutuhan khusus.
“Begitu juga implementasi kurikulum merdeka juga harus mengakomodir pembelajaran untuk anak-anak berkebutuhan khusus,” ungkapnya.
Untuk itu, kegiatan pendampingan dan orientasi juga didampingi oleh madrasah inklusi agar dapat memberikan masukan bagi guru-guru dalam menyusun modul ajar. Selain itu, pendamping kegiatan juga berasal dari akademisi atau dosen dari beberapa perguruan tinggi, perwakilan Inovasi dan widyaiswara. Sedangkan peserta kegiatan berasal dari guru-guru Akidah Akhlak MI/MTs/MA yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia.
Bagikan: