Jakarta (Kemenag) — Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam menggelar Uji Publik Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) di Jakarta, Selasa (15/4/2025). Kurikulum ini merupakan inisiatif baru dalam pembaruan pendidikan Islam, yang dirancang untuk mulai diterapkan secara terbatas pada tahun ajaran 2025/2026.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno, menegaskan bahwa pendidikan Islam perlu kembali ke fitrahnya, yaitu menumbuhkan cinta sebagai nilai dasar. “Kita harus jujur, masih ada ujaran kebencian bahkan datang dari lingkungan pendidikan. Ini alarm bagi kita semua. Pendidikan harus melahirkan karakter damai dan penuh cinta,” ujarnya.
Menurut Amien, Kurikulum Berbasis Cinta hadir sebagai respon atas keprihatinan terhadap praktik pendidikan agama yang selama ini cenderung menekankan aspek doktrinal dan rutinitas, namun kurang menyentuh aspek spiritualitas, nilai, dan makna.
“Where there is love, there is life—di mana ada cinta, di situ ada kehidupan. Kita ingin anak-anak kembali ke fitrah mereka yang penuh cinta sejak awal,” katanya.
KBC dirancang untuk menumbuhkan cinta kepada Tuhan, sesama manusia, lingkungan, bangsa, dan diri sendiri. Untuk mendukung keberhasilan implementasinya, Dirjen menegaskan pentingnya tiga panduan utama: guru mengajar dengan cinta, siswa belajar dengan cinta, dan orang tua mendampingi dengan cinta.
“Pendidikan tidak bisa berjalan sendiri. Harus ada sinergi kuat antara sekolah, rumah, dan masyarakat,” tegas Amien.
Kurikulum ini juga menekankan pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang mencerminkan nilai-nilai kasih sayang. Gerakan cinta lingkungan seperti penanaman pohon dan pelestarian alam menjadi bagian integral dari proses pendidikan.
Bukan Kurikulum Pengganti, Tapi Pengayaan
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, Nyayu Khodijah, menjelaskan bahwa Kurikulum Berbasis Cinta bukanlah kurikulum pengganti, melainkan pengayaan terhadap kurikulum yang sudah ada.
“KBC memberikan jiwa pada kurikulum. Ini bukan sekadar revisi konten, tapi pendekatan baru yang lebih berkarakter, spiritual, dan kontekstual,” jelasnya.
Proses penyusunan KBC telah dimulai sejak Januari 2025 dan melalui lima tahap revisi. Uji publik pun dilakukan secara berjenjang, melibatkan ribuan peserta dari berbagai latar belakang—mulai dari kepala madrasah, guru, pengawas, akademisi, hingga tokoh-tokoh nasional seperti Prof. Juhdi Latif, Prof. Masdar Hilmy, dan Alissa Wahid. Bahkan, kegiatan ini turut dihadiri guru besar dari Australian National University (ANU), Australia.
Menurut Nyayu, Kemenag telah menyiapkan roadmap implementasi KBC secara bertahap. Sosialisasi dan pelatihan guru akan dimulai pada Mei–Juni 2025, sedangkan implementasi terbatas akan berlangsung mulai Juli 2025.
“Madrasah model akan kami jadikan tempat uji coba KBC. Tidak hanya untuk madrasah, tapi juga untuk guru PAI di sekolah umum, serta ustaz dan ustazah di pesantren,” tambahnya.
Evaluasi terhadap kurikulum ini akan dilakukan hingga akhir tahun 2026, guna memastikan efektivitas dan kesiapan penerapan skala luas.
“Lebih dari itu, uji publik ini juga membangun sense of belonging dari seluruh pemangku kepentingan. Kurikulum ini lahir dari kolaborasi, bukan keputusan sepihak,” pungkasnya.
Bagikan: