Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno
Jakarta (Kemenag) --- Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno, menegaskan pentingnya pendidikan berbasis cinta dalam pengajaran agama di madrasah. Konsep yang dikenalkan sebagai Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) ini merupakan sebuah gagasan inovatif yang diinisiasi oleh Menteri Agama, Prof. Nazaruddin Umar.
Dalam NGOPI (Ngobrolin Pendidikan Islam) Bareng Raffi Ahmad dengan tema "Kurikulum Berbasis Cinta, Siapkan Generasi Emas!" di Asrama Haji Pondok Gede pada Rabu (19/3/2025), Suyitno menyoroti pentingnya pendidikan agama yang tidak hanya mengajarkan doktrin, tetapi juga menanamkan nilai kasih sayang dan toleransi. Menurutnya, masih ada anomali dalam sistem pendidikan saat ini, di mana anak-anak belajar agama namun masih terjadi kasus bullying dan sikap saling menyalahkan.
“Kurikulum Berbasis Cinta ingin menghadirkan solusi agar belajar agama dan karakter bisa membentuk generasi yang mencintai Tuhan (Hablum Minallah), mencintai sesama manusia (Hablum Minannas), dan mencintai lingkungan (Hablum Minal Alam),” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa konsep cinta dalam KBC berakar pada sifat Tuhan yang penuh kasih sayang. “Allah itu Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Dia memberikan rezeki kepada semua makhluk tanpa membeda-bedakan. Lantas, mengapa manusia sering kali tidak setoleran Tuhan? Inilah yang ingin kita tanamkan dalam KBC,” tambahnya.
Implementasi KBC akan menyesuaikan dengan jenjang pendidikan, mulai dari RA (Raudhatul Athfal) hingga Perguruan Tinggi. Pada anak-anak usia dini, pendekatan dilakukan melalui permainan dan interaksi kreatif, sementara bagi siswa madrasah aliyah dan mahasiswa, metode yang digunakan lebih banyak melibatkan diskusi dan eksplorasi pengalaman.
“Forum seperti ini adalah bagian dari uji publik. Kami ingin mendengar masukan dari berbagai pihak agar KBC benar-benar menjawab tantangan pendidikan karakter di madrasah,” jelas Dirjen.
Dirjen juga menekankan bahwa pendidikan madrasah harus mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki karakter kuat dan jiwa kewirausahaan. Konsep ini dirangkumnya dalam tiga pilar utama: Pintar (akademik), Karakter (spiritualitas), dan Entrepreneur (bakat dan kemandirian).
“Banyak orang sukses bukan hanya karena akademiknya, tetapi juga karena karakter dan keterampilan sosialnya. Kita harus belajar dari banyak figur inspiratif yang mampu memadukan kecerdasan dengan nilai-nilai kebaikan,” pesannya.
Bagikan: