Bekasi (Pendis) - Identitas santri sebagai generasi yang lahir dari kalangan pesantren merupakan sebuah identitas yang tidak sederhana, karena dalam dirinya melekat tugas keagamaan dan tanggungjawab kesejarahan dalam memperjuangkan cita-cita kehidupan berbangsa dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal tersebut disampaikan Mohammad Nuruzzaman, Staf Khusus Menteri Agama Bidang Hubungan Antar Lembaga pada kegiatan Penguatan Manifestasi Komitmen Keislaman dan Keindonesiaan Mahasantri Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB), yang digelar Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag RI. Giat digelar selama tiga hari, mulai Senin hingga Rabu (8-10/10) di Bekasi.
"Itu adalah tugas yang sangat penting dan luar biasa. Kita tahu sejarah bangsa ini tidak lepas dari jejak perjuangan kalangan santri jauh sebelum negara ini merdeka, kemudian ketika masa kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan, bahkan sampai hari ini kalangan santri senantiasa konsisten menegaskan komitmen kebangsaan dan keindonesiaan. Tugas tersebut sekarang, tidak lain menjadi tanggungjawab kita sebagai anak bangsa," kata Nuruzzaman dihadapan para Mahasiswa Santri penerima Beasiswa Kemenag.
Kontribusi santri bagi negara, menurut Nuruzzaman, merupakan pengabdian sepenuh hati tanpa pamrih. Bahkan ketika santri dan pendidikan pesantren "disia-siakan" oleh negara selama puluhan tahun sejak kemerdekaan, tidak ada satupun santri yang melakukan pembangkangan terhadap negara. Santri tetap istiqomah belajar, membentuk diri menjadi generasi yang terbaik bagi bangsanya.
Dalam kurun waktu lama, dunia Pesantren memang tidak diberi ruang yang luas didalam sistem. Namun kemudian, melalui lahirnya Undang-Undang Pesantren nomor 18 tahun 2019, model pendidikan pesantren secara konstitusional diakui oleh negara. Pemerintah juga telah menetapkan Hari Santri Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober sebagai penghargaan atas kontribusi kalangan pesantren terhadap negara dalam masa perjuangan kemerdekaan.
"Upaya para santri menjaga republik ini sangat luar biasa. Dibalik peristiwa 10 Nopember (Hari Pahlawan) yang akan kita peringati dalam waktu dekat ini, puluhan ribu pejuang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan. Mereka berbondong-bondong melaksanakan fatwa Resolusi Jihad yang dicetuskan kalangan pesantren yang menyatakan bahwa wajib hukumnya bagi umat Islam untuk berjuang mengangkat senjata demi membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan."
Nuruzzaman berharap, semangat yang telah dicontohkan para pendahulu tersebut akan dilanjutkan oleh generasi santri saat ini. Santri dituntut untuk dengan sadar mengerti arah perjuangan yang dilakukan para pendahulu, kemudian memahami realitas yang dihadapi saat ini sehingga santri dapat tampil di depan untuk menjawab tantangan tersebut.
Dia mencontohkan, salah satu realitas yang perlu dihadapi kini adalah munculnya fenomena 'new moslem urban'. Yakni kecenderungan baru meningkatnya semangat relijiusitas pada masyarakat kelas menengah perkotaan-khususnya kaum muda. 'New moslem urban' ini di dominasi kaum millenial yang tinggal di perkotaan, dan umumnya lulusan perguruan tinggi. Salah satu ciri utamanya adalah memiliki semangat keagamaan yang tinggi, namun pengetahuan agamanya rendah. Mereka lebih mengutamakan pada simbol dalam mengekspresikan keagamaannya.
"Ini tantangan yang harus dijawab oleh kalangan santri saat ini. Untuk itu, santri harus menguasai keahlian digital. Karena kelompok Millenial ini lebih akrab pada dunia maya, termasuk dalam mencari sumber-sumber informasi keagamaan." tutur Nuruzzaman.
Sementara itu Kepala Subdirektorat Pendidikan Pesantren, Basnang Said mengatakan, Mahasantri penerima beasiswa negara selayaknya memiliki tekad untuk memperkuat jiwa Keindonesiaan dalam dirinya. Bagaimanapun santri telah memiliki prinsip-prinsip Keislaman dan keindonesiaan sebagaimana yang telah dipelajari di pesantren. Namun begitu, bukan tidak mungkin siapapun bisa tergerus propaganda ekstremisme yang memiliki banyak cara penyebarannya, Karena itu semangat dan jiwa nasionalisme harus terus dibina dan diperkuat.
"Program Penguatan manifestasi Keislaman dan Keindonesiaan ini dilaksanakan karena dulu ada problem sekitar tahun 2014-2015. Santri yang mulai belajar di Perguruan Tinggi menjadi bagian dari sebuah organisasi terlarang karena terbawa arus oleh lingkungan baru yang ditemuinya." ungkap Basnang Said.
Menurut Basnang Said, dunia kampus dengan segala dinamikanya merupakan dunia yang relatif baru bagi santri. Karena itu proses penyesuaian diri baik secara akademik maupun sosial terhadap lingkungan Perguruan Tinggi harus dibarengi dengan penguatan wawasan keislaman dan keindonesiaan.
Giat Penguatan Manifestasi Komitmen Keislaman dan Keindonesiaan Mahasantri Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) ini diikuti 43 mahasiswa penerima Program Beasiswa Santri Berprestasi yang tersebar di 20 kampus dalam negeri.
Bagikan: