Tangerang (Pendis) - Penyusunan Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang Standar Prosedur Operasional (SPO) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual pada Satuan Pendidikan sudah hampir selesai. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono Abdul Ghofur mengatakan bahwa pihaknya saat ini tengah melakukan finalisasi penyusunan KMA tersebut.
Menurut Waryono, pihaknya telah menjaring masukan, pertimbangan, dan pemikiran dari para ahli. Setelah itu, regulasi ini diharapkan dapat menjadi langkah teknis operasional untuk memberikan pencegahan dan perlindungan bagi masyarakat, khususnya di lingkungan satuan pendidikan agama.
KMA tentang SPO ini merupakan amar dari Peraturan Menteri Agaam (PMA) No. 73/2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual pada Satuan Pendidikan. Dikatakan Waryono, sejak terbitnya PMA 73/2022, pihaknya bergerak cepat untuk segera menerbitkan regulasi turunannya.
“Kita bisa menyusun regulasi ini dengan cepat, masalah berikutnya bagaimana implementasi regulasi tersebut di lapangan. Kita semua harus berkomitmen untuk berjuang agar tidak ada kekerasan pada siapa pun dan di mana pun,” ujar Waryono yang juga Guru Besar UIN Yogyakarta saat memberikan sambutan pada Workshop Penguatan dan Pengembangan Regulasi Pendidikan Al Quran di Tangerang, Banten, Selasa (29/11/2022).
Waryono menegaskan, pengawalan dan komitmen untuk menerapkan regulasi ini sangat penting. Sebab, jika tidak ada pengawalan dan komitmen, maka kekerasan akan terus ada dan diproduksi.
“Kita harus menanamkan dalam benak dan hati, bahwa masyarakat yang tanpa kekerasan adalah cita-cita kita bersama,” tegasnya.
Staff Khusus Menteri Agama Bindag Hukum dan HAM, Abdul Qodir mengingatkan bahwa standar perlindungan yang diatur dalam KMA ini harus disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Terkait prosedur pelaporan, Bib Qodir, panggilan akrabnya, juga meminta agar lokus maupun waktu kejadian harus spesifik.
“Kita harus tegas dalam hal ini. Harus ada aturan yang sifatnya tegas dan mengikat. Hal-hal terkait kekerasan dalam hal apa pun harus kita pungkas bersama,” kata Bib Qodir.
Bib Qodir juga menggarisbawahi pentingnya monitoring dan evaluasi dalam pengawalan penerapan regulasi. Ia mengingatkan bahwa praktik di lapangan harus dilaksanakan sesuai dengan aturan dengan penerapan sanksi yang ketat.
Selain sanksi, lanjut Bib Qodir, KMA juga harus mengatur tentang prosedur dan upaya pencegahan kekerasan seksual. Jika sudah disahkan, KMA akan diterapkan secara massif melalui satuan pendidikan agama dan keagamaan di Indonesia.
Finalisasi KMA SPO Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual pada Satuan Pendidikan dihadiri aktivis dari sejumlah organisasi dan lembaga. Misalnya, PP Fatayat NU, PP Aisyah, 'Alimat Jakarta, Rahima Jakarta, Komnas Perempuan, KPI Jakarta dan beberapa akademisi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang ahli di bidangnya.
Hadir juga, Ketua Pokja Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, Mahrus, serta sejumlah pejabat fungsional dan staff di lingkungan Direktorat PD Pontren.
Bagikan: