Jakarta (Pendis) – Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama (Kemenag) terus mempersiapkan pelaksanaan Imtihan Wathani Pendidikan Diniyah Formal (PDF) yang dijadwalkan berlangsung pada Januari 2025. Langkah ini dilakukan untuk memperkuat standar pendidikan pesantren agar tetap relevan dengan perkembangan zaman tanpa meninggalkan identitas tradisionalnya.
Kegiatan ini terbagi menjadi dua bagian yaitu Koordinasi Pelaksanaan Imtihan Wathani bersama perwakilan Kantor Wilayah Kementerian Agama se Indonesia, tim pengembang aplikasi CBT Imtihan Wathani dan EMIS dari tanggal 9 - 11 Desember 2024.
Dilanjutkan dengan kegiatan Simulasi Pelaksanaan CBT Imtihan Wathani mulai tanggal 12 - 14 Desember 2024 bersama Tim Reviewer Soal, Pengembang Aplikasi CBT Imtihan Wathoni dan perwakilan satuan Pendidikan Diniyah Formal serta Asosiasi Pendidikan DIniyah Formal (ASPENDIF).
Direktur PD Pontren, Basnang Said, dalam sambutannya menekankan pentingnya transformasi pendidikan pesantren guna meningkatkan daya saing di tingkat nasional maupun global.
“Pesantren memiliki potensi besar sebagai pusat pendidikan berbasis nilai-nilai kearifan lokal. Transformasi ini penting agar kita tetap relevan di tengah perubahan zaman,” ujar Basnang.
Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan Pendidikan Diniyah Formal dari berbagai wilayah, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sumatra Barat. Dihadiri juga oleh narasumber praktisi pegon Diaz Nawaksara, serta tim reviewer soal Imtihan Wathono berbasis CBT berikut pengembang aplikasi untuk penyelenggaraan Imtihan Wathani Najibullah.
Dalam forum tersebut, peserta mendiskusikan sejumlah isu strategis, termasuk digitalisasi pesantren, penguatan kurikulum, serta simulasi pelaksanaan Imtihan Wathani berbasis komputer (CBT) bersama Asosiasi Pendidikan Diniyah Formal (ASPENDIF)
Standar Kompetensi Lulusan Pesantren
Basnang juga menyoroti pentingnya standar kompetensi lulusan pesantren, khususnya pada tingkat ulya. Ia menegaskan bahwa lulusan pesantren harus memiliki penguasaan mendalam terhadap ilmu syariah dan bahasa Arab, termasuk gramatika Alfiyah dan Jurumiyah.
“Santri kita harus mampu bersaing secara intelektual tanpa meninggalkan akar kulturalnya. Standar kompetensi lulusan harus dirumuskan dengan jelas,” tegasnya.
Basnang juga menekankan bahwa digitalisasi dalam dunia pesantren bukan hanya alat, tetapi paradigma baru dalam mendidik generasi masa depan. Teknologi dianggap mampu memperluas akses pendidikan sekaligus meningkatkan efisiensi pembelajaran.
Peserta dan Inovasi Imtihan Wathani 2025
Mahrus menambahkan, tercatat sebanyak 11.077 santri akan mengikuti Imtihan Wathani tahun 2025, terdiri dari 4.438 santri Diniyah Takmiliyah (DNT) tingkat ulya dan 6.639 santri DNT tingkat wustha. Jumlah ini terbanyak sepanjang dilaksanakannya imtihan wathani.
"Imtihan Wathani akan dilaksanakan di 77 satuan pendidikan PDF ulya dan 61 satuan pendidikan PDF wustha," tambah Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Ma'had Aly.
Pelaksanaan tahun ini, lanjut Mahrus, juga membawa inovasi baru dengan menghadirkan soal-soal dalam aksara pegon (Bahasa Indonesia dengan aksara Arab). Diaz Nawaksara sebagai peneliti aksara Pegon dihadirkan untuk menela'ah soal berbasis pegon ini.
"Sebelumnya, semua soal hanya menggunakan bahasa Arab. Langkah ini merupakan evaluasi dari pelaksanaan sebelumnya sekaligus menunjukkan kekhasan pendidikan pesantren yang mengakomodasi bahasa lokal."
“Melalui berbagai inovasi ini, kami berharap pesantren dapat semakin berkontribusi dalam membentuk generasi yang unggul, baik secara intelektual maupun spiritual,” tutup alumni pesantren Al-Munawir Krapyak Yogyakarta.
Bagikan: