Jakarta (Pendis)-- Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama menggelar workshop Penyusunan Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Pendidikan Pesantren Terintegrasi dengan Pendidikan Umum.
Forum yang digelar selama tiga hari 23-25 November 2021 itu bertujuan mengeksplorasi dan merumuskan poin-poin penting terkait klausul yang disebutkan dalam Undang-Undang Pesantren nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren.
Di situ disebutkan, pesantren adalah penyelenggara pendidikan dalam bentuk lain yang terintegrasi dengan pendidikan umum. Terdapat kategori pesantren yang terintegrasi dengan umum, pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk pengkajian kitab kuning, dan pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk Dirasah Islamiah dengan pola pendidikan Muallimin.
"Ini adalah ikhtiar lanjutan untuk merumuskan sesuatu yang akan mempunyai efek besar kepada perjalanan pesantren. Meskipun dalam prakteknya (pesantren terintegrasi umum) sebetulnya sudah terjadi. Memang seringkali praktek mendahului regulasi, prakteknya sudah berjalan dan sudah banyak macamnya," terang Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono Abdul Ghafur, di Jakarta, Selasa (24/11/2021).
Namun demikian, menurut Waryono, harus disusun definisi yang jelas sehingga regulasi yang dihasilkan dapat diaplikasikan secara efektif. Dalam hal praktek model pendidikan pesantren yang teritegrasi sudah banyak berjalan, dengan demikian banyak contoh baik yang dapat dijadikan acuan untuk perumusan PMA. Selain juga penting untuk membaca landasan pemikiran dari pihak legislatif dan tim perumus Undang Undang Pesantren.
"Hari ini dalam satu pesantren ada Madrasah Tsanawiyah sekaligus SMP, ada Ibtidaiyah dan ada SD, ada Aliyah juga ada SMK, SMA. Nah ini yang nanti perlu dirumuskan kira-kira pesantren jenis ketiga yang terintegrasi itu seperti apa?. Apakah yang dimaksud terintegrasi itu adalah konsep dimana anak-anak didik sore belajar agama, pagi belajar umum, atau seperti yang saya temukan di Kalimantan justru belajar agamanya pagi, belajar sains dan teknologinya sore," tutur Waryono.
Dikatakan Waryono, Pesantren sejatinya merupakan lembaga pendidikan yang unik dan selalu mengikuti perkembangan zaman. Betapa pesantren-pesantren hari ini telah berkembang secara luar biasa, bukan saja dalam bentuk lembaga dan satuan-satuan pendidikannya melainkan juga dalam hal paradigma dan metodologi pendidikan yang diterapkan.
Ada Pesantren yang bereksperimen mendirikan lembaga pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) khusus 'sains, ada Madrasah Aliyah Plus, dan juga vokasi.
"Kebetulan saya pernah berkunjung ke sebuah pesantren yang jelas menamai pesantrennya sebagai pesantren Vokasi. Pesantren itu membuka pendidikan untuk penguatan kapasitas pengelolaan pertanian, dan pelatihnya tenaga profesional dari IPB," ungkap Waryono.
Di sana, selain santri pondok yang belajar, juga masyarakat desa disekitar. Jadi masyarakat sekitar belajar pertanian secara modern dari hulu sampai hilir untuk kemudian mereka juga ngaji di pesantren tersebut. Bahkan hasil-hasil pertanian itu kemudian ditabung di pesantren untuk rencana haji atau umrah mereka.
Lebih jauh dikatan Waryono, model pendidikan pesantren yang cukup komprehensif tersebut telah menarik perhatian beberapa negara sahabat, terutama negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim. Salah satu diantaranya negara Pakistan yang berencana mempelajari tentang kurikulum pesantren dalam waktu dekat.
"Karena itu, realitas pesantren semua itu perlu direkonstruksi, dengan harapan tentu saja kita merumuskan sesuatu regulasi yang beroientasi kedepan, dan dapat berlaku dalam masa yang panjang. Selain itu juga untuk membenahi banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan, sehingga pesantren semakin maju dan berkembang".
Sementara itu Kepala Subdit Pendidikan Pesantren, Basnang Said menyampaikan, sejak ditetapkannya Undang-Undang Pesantren nomor 18 tahun 2019, pihak Kemenag telah menerbitkan tiga regulasi yang menjadi turunan Undang-Undang Pesantren. Ketiga regulasi tersebut adalah PMA No 30 tahun 2020 tentang Pendirian dan Penyelenggaraan Pesantren, PMA No 31 tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren, dan PMA No 32 tahun 2020 tentang Ma’had Aly.
"Saat ini Kementerian Agama diberikan amanah untuk mewujudkan turunan undang-undang terkait poin ketiga dari bentuk pesantren, yakni Pesantren yang terintegrasi dengan pendidikan umum," ujar Basnang Said.
Selain menyusun PMA ditingkat Pemerintah Pusat, kata Basnang Said, Kemenag juga melakukan berbagai komunikasi dengan Pemerintah Daerah baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, demi mendorong lahirnya regulasi turunan dari Undang-Undang tersebut disetiap tingkatan.
"Kami apresiasi, misalkan ada Perda nomor 1 tahun 2001 tentang Fasilitasi Pesantren oleh Gubernur Jawa Barat. Kita juga tunggu daerah-daerah lainnya, karena itu tentu kita bersama-sama Pemerintah Daerah dan pondok-pondok Pesantren, untuk membangun komunikasi dengan pihak DPRD, menginisiasi terbitnya Peraturan Daerah terkait Pesantren," ujarnya.
Hadir dalam kesempatan tersebut perwakilan kantor-kantor Kementerian Agama se-DKI Jakarta, pondok-pondok pesantren di wilayah DKI Jakarta, dan stakeholder lain. Giat Penyusunan PMA juga menghadirkan narasumber dari pihak-pihak yang terlibat saat Penyusunan UU nomor 18/2019, diantaraya ketua RMI PBNU Abdul Ghffar Rozin, Dr Muhamad Sofi Mubarok dari IAIN Syekh Nurjati Cirebon, dan KH. Ahmad Mahrus Iskandar dari Ponpes Asshiddiqiyah Jakarta.
Bagikan: