Jakarta (Pendis) - Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren terus melakukan berbagai tahapan persiapan guna menyambut gelaran Muktamar Pemikiran Santri Nusantara yang ke-2 di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, Rabu hingga Jumat (10-12 Oktober) esok. Muktamar ini menjadi bagian dari sub-agenda untuk memeriahkan Hari Santri Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Ahmad Zayadi, mengungkapkan bahwa kegiatan ini harus menjadi mercusuar sekaligus medium kalangan santri dalam mengimplementasikan gagasan pesantren sebagai sebuah subkultur. Dalam konteks sosial kebangsaan, santri tak lain merupakan pengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia sekaligus agen perubahan sosial (agent of social change).
"Ada beragam aspek yang bisa kita temukan dalam tubuh santri, misalnya, terkait pengabdiannya sebagai medium transfer pengetahuan (transfer of knowledge) yang digali dari sumber-sumber pengetahuan keislaman orisinil berbasis kitab kuning serta karakteristik santri yang tak dapat dipisahkan dari kultur masyarakat Indonesia. Dengan demikian, Muktamar Pemikiran Santri Nusantara jelas akan mempertemukan horizon santri di bidang keilmuan dan kebutuhan untuk merespons tantangan zaman yang semakin kompleks," tegas Zayadi (Selasa, 9/10).
Di tempat terpisah, Ainurrofiq selaku Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Ma`had Aly (PDMA) memaparkan agenda utama Muktamar membahas tiga isu utama, meliputi moderasi Islam, ulama perempuan (women ulama) dan pembahasan masalah-masalah keagamaaan (bahtsul masail). Tiga fokus utama dipilih, mengingat kondisi sosial masyarakat Indonesia tengah berada dalam garis demarkasi pergulatan wacana ekstremisme di satu sisi dan liberalisme pemikiran di sisi lain sehingga santri turut terlibat dalam tantangan kebangsaan dan keagamaan tersebut.
call paper akan mempresentasikan makalahnya. Beberapa narasumber ahli juga dijadwalkan akan turut menyampaikan kuliah umum, seperti Said Agil Husin al-Munawwar (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Husein Muhammad (Majelis Masyayikh), serta para pembicara dari luar negeri seperti Syekh Bilal Mahmud Afifi Ghanim (Universitas Al-Azhar) dan Syekh Salim Alwan al-Husayny (Darul Fatwa Australia). Kegiatan ini diharapkan semakin mengukuhkan peran pesantren sebagai satu-satunya lembaga pengkaderan ulama yang memahami dinamika zaman (faqihu zamanih) dan tak lagi dipandang sebagai lembaga pendidikan alternatif di Indonesia. (sofi/dod)
Bagikan: