Jakarta (Pendis) - Staf Ahli Presiden Bidang Keagamaan, Abdul Ghaffar Rozin menyatakan bahwa pesantren menjadi partner utama dalam pendidikan karakter. Bahkan Visi dan Misi yang diekpos oleh Presiden RI saat ini adalah mengakui pesantren sebagai salah satu pelaku utama pendidikan moral.
"Pesantren ini lembaga pendidikan tertua yang memiliki perhatian kepada pendidikan karakter. Pesantren secara otomatis menjadi partner utama negara untuk mendidik karakter bangsa. Namun selama ini ada kesan negara lupa dengan relasi partner ini. Makanya agenda besar negara adalah berusaha hadir dalam setiap nafas pesantren," tegas Rozin dalam Rapat Koordinasi Lembaga Pendidikan Keagamaan di Jakarta, Rabu, (26/09).
Salah satu bukti hadirnya negara adalah dengan memberi pengakuan atau rekognisi sekaligus menghargai tradisi yang selama ini berkembang di pesantren. Bahkan dengan adanya draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan inipun, negara harus membuat desain khusus untuk mengakui keberagaman pesantren, bukan untuk menyeragamkan pesantren.
Memang, muncul kekhawatiran dari masyarakat tentang draf RUU ini. Bahkan beberapa ormas yang hadir dalam rapat koordinasi ini juga menduga bahwa rekognisi negara dan lahirnya RUU akan mengganggu kemandirian pesantren, sekaligus akan menjadi pintu negara untuk melakukan intervensi terhadap pesantren.
"Kaitannya dengan RUU Pesantren, maka draf RUU ini bagian dari rekognisi negara terhadap pesantren. Kendati demikian, rekognisi ini harus tanpa pamrih atau tanpa syarat. Kita tetap akan meninjau kembali apakah RUU Pesantren ini sudah sesuai kebutuhan pesantren. Bahkan subtansi rekognisi sangat penting dan tidak boleh terburu-buru. Kita perlu mendengarkan aspirasi-aspirasi dari berbagai pihak. Jangan sampai ada dugaan rekognisi ini untuk mengganggu kemandirian pesantren, apalagi intervensi kepada pesantren," tegasnya.
Lebih lanjut, Staf Ahli Presiden sekaligus Ketua RMI ini memiliki keyakinan bahwa pendidikan pesantren di Indonesia pada 10 tahun ke depan akan menjadi rujukan Islam sedunia. Maka untuk menyikapi keyakinan ini, diperlukan RUU Pesantren yang akan menjadi payung kebutuhan bersama.
"Kita punya kesempatan untuk 10 tahun yang akan datang. Lalu apa yang harus kita lakukan? Tentunya menyiapkan pesantren yang akan menjadi rujukan dunia. Kewajiban komunitas pesantren arahnya menuju kea rah sana, maka kemudian kita tidak bisa mengatakan lembaga pendidikan saja, tetapi harus memikirkan pemberdayaan SDM dan manajemen pesantren," tegasnya.
Rapat Koordinasi Lembaga Pendidikan Keagamaan ini difasilitasi oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama. Rakor dilaksanakan selama dua hari dan dihadiri oleh beberapa organisasi masyarakat (ormas) semisal perwakilan dari PBNU, PP Muhammadiyah, PB Nahdlatul Wathan, PB Persis, PB al-Washliyah, PP RMI NU, dan PP ITMAM. Sedangkan dalam kesempatan yang sama, beberapa perkumpulan lembaga pendidikan pesantren juga turut hadir semisal perwakilan dari DPP Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT), Forum Komunikasi Pesantren Mu`adalah (FKPM), Asosiasi Mahad Aly Indonesia (AMALI), dan Asosiasi Pendidikan Diniyah Formal (ASPENDIF). (zidni/rfq/dod)
Bagikan: