Rapat Koordinasi Dan Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Pencegahan Kekerasan Anak Dalam Satuan Pendidikan 2024
Jakarta (Kemenag) --- Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama Kementerian Agama (Kemenag) dan kementerian terkait memperkuat kebijakan pencegahan kekerasan anak di lingkungan satuan pendidikan. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap meningkatnya kasus kekerasan di lembaga pendidikan, termasuk pesantren dan madrasah.
Dalam rapat koordinasi yang dipimpin oleh Asisten Deputi Pemenuhan Hak, Perlindungan, dan Pemberdayaan Perempuan, Nia Reviani, disampaikan bahwa perlunya regulasi yang lebih kuat serta orkestrasi lintas kementerian dan lembaga untuk menangani kasus kekerasan secara lebih efektif. Staf Ahli Bidang Hukum dan Tata Kelola Pemerintahan, Ulun Nuha, menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif serta tindakan cepat dari aparat penegak hukum.
Kementerian Agama yang diwakili oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, M. Arskal Salim GP menyampaikan menyampaikan bahwa pemerintah telah menetapkan regulasi dan program khusus guna menciptakan lingkungan pendidikan yang aman bagi peserta didik di pesantren dan madrasah.
“Dua regulasi utama telah diterbitkan, yaitu Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Kemenag serta Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 83 Tahun 2023 sebagai pedoman dalam penanganan kekerasan seksual,” ujar Arskal Salim. Regulasi ini menjadi landasan hukum dalam upaya perlindungan anak dari tindak kekerasan di lembaga pendidikan Islam.
Selain regulasi, Kemenag juga mengembangkan program Pesantren Ramah Anak, yang bertujuan menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih aman dan bebas dari kekerasan.
“Pada tahun 2024, Kementerian Agama akan menyusun regulasi serta membangun infrastruktur pendukung untuk mendukung implementasi program Pesantren Ramah Anak,” tegas Arskal.
Selanjutnya, lanjut Sekretaris, pada tahun 2025, program ini akan difokuskan pada penguatan perspektif pesantren ramah anak melalui pelaksanaan proyek percontohan di 512 pesantren. Kemudian, pada periode 2026 hingga 2029, program ini akan dilanjutkan dengan transformasi sistematis agar pesantren dapat menjadi model pendidikan yang ramah anak.
“Kemenag juga membentuk Satgas Pencegahan Kekerasan di tingkat pusat dan daerah sebagai langkah konkret dalam implementasi program ini,” jelasnya.
Selain pesantren, Kemenag mencanangkan program Madrasah Aman, Nyaman, dan Menyenangkan, dengan fokus pada pengembangan petunjuk teknis serta platform yang mendukung lingkungan pendidikan bebas kekerasan.
Dalam pelaksanaannya, Kemenag berkolaborasi dengan berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) serta Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
“Kami juga mendorong keterlibatan masyarakat, NGO, serta sektor swasta untuk mendukung pendanaan dan implementasi program ini,” tambahnya.
Sebagai bagian dari evaluasi, target program Pesantren Ramah Anak pada 2029 adalah menjangkau 15% dari total 42.300 pesantren yang tercatat di sistem EMIS Kemenag. Pemerintah berharap langkah ini dapat mengurangi angka kekerasan di lingkungan pendidikan Islam dan menciptakan generasi yang lebih aman serta terlindungi.
Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) terus mendorong program Satuan Pendidikan Ramah Anak (SRA) yang telah berjalan sejak 2015. Evaluasi program ini sedang dilakukan dengan fokus pada pencegahan kekerasan, termasuk bullying dan kekerasan digital.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) juga memperkuat pendidikan karakter melalui berbagai kebijakan, seperti Gerakan Tujuh Kebijakan Anak Indonesia Heaven dan penguatan kurikulum nilai-nilai etika. Namun, kendala koordinasi nasional dalam implementasi Satgas Pencegahan Kekerasan Anak masih menjadi tantangan utama.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah berencana membentuk Satgas Nasional Pencegahan Kekerasan Anak serta mengembangkan platform data nasional agar setiap kementerian dapat memantau progres kebijakan secara terintegrasi.
Bagikan: