Jakarta (Pendis) – Istilah pendidikan kesetaraan yang tidak muncul secara literal dalam redaksi Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren memunculkan “gugatan” spekulatif atas eksistensi pendidikan kesetaraan pada pondok pesantren tersebut. Ada pihak yang mengatakan bahwa pendidikan kesetaraan sudah saatnya “diakhiri” karena tiadanya “pengakuan” penyelenggaraannya. Namun ada pula yang merasa penting untuk tetap dipertahankan karena justru pola ini dianggap pola yang memerdekakan penyelenggaraan pesantren.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya bahwa embrio pendidikan kesetaraan adalah adanya Memorandum of Understanding (MoU) antara Departemen Pendidikan Nasiolan dengan Departemen Agama pada tahun 2000 tentang Program Wajar Dikdas 9 tahun. Namun dalam perjalanannya yang seiring dengan peningkatan kebijakan Wajar Dikdas dari 9 ke 12 tahun, menuntut Kementerian Agama melakukan penyesuaian dan modifikasi kembali tentang program wajar dikdas tersebut. Nomenklatur yang terpilih adalah pendidikan kesetaraan, mengingat pilihan kata tersebut tertuang dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Jadi, pasca pengundangan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, program wajar dikdas di lingkungan pesantren makin menunjukkan posisi strategisnya. Namun demikian dalam perkembangannya saat ini, keberadaannya perlu ditegaskan kembali agar berjalan para relnya.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Prof. Dr. Waryono menegaskan pentingnya cetak biru pendidikan kesetaraan pada pondok pesantren ini. “Keberadaan Pendidikan Kesetaraan pada pondok pesantren yang penting eksistensinya, namun dalam perkembangannya kurang dirasakan dampaknya, maka perlu disusun cetak birunya,” kata Waryono berharap.
Harapan tersebut gayung bersambut. Anis Masykhur, Kepala Subdit Pendidikan Kesetaraan PD dan Pontren mengamininya dengan memelopori berbagai review regulasi yang dapat mengarahkan pendidikan kesetaraan agar berjalan sesuai dengan visi misi semula.
“Pendidikan Kesetaraan pada Pondok Pesantren akan menjadi potret implementasi Merdeka Belajar, jika meminjam istilah yang dianut Kemendikbud,” kata Anis memperjelas. Menurutnya, pendidikan kesetaraan adalah pintu emergency yang disediakan bagi para santri jika berkeinginan “menyeberang” ke jenis dan jenjang pendidikan yang berbeda dengan jenis pendidikan yang selama ini digelutinya.
Sejak hari Kamis (21/3) kemarin, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren menghadirkan pada Kepala Bidang Pesantren Kanwil Propinsi, pengurus Pokja Forum PKPPS, para pejabat fungsional daerah dan beberapa tenaga teknis untuk merumuskan gerak dan arah Pendidikan Kesetaraan yang diformulasikan dalam kegiatan FGD Perumusan Kisi-Kisi Mapel Agama dan Mapel Umum di Jakarta.
Di forum ini pula dicermati beberapa regulasi yang selama ini dijadika acuan dalam penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan pada Pondok Pesantren Salafiyah.** [N15]
Bagikan: