Jakarta (Pendis) --- Pembelajaran Al Quran secara natural tumbuh dari masyarakat, seperti pesantren. Dalam undang-undang pesantren pun, tidak melarang ataupun membatasi kreatifitas di lembaga tersebut. Berbeda wilayah dan berbeda sanad keilmuan pun suatu hal yang lumrah dan kita harus memandang perbedaan tersebut sebagai sebuah kekayaan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Plt. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren), Waryono Abdul Ghafur pada giat Workshop Penyusunan Standar Tenaga Pendidik Lembaga Pendidikan Al Quran yang diselenggarakan di Jakarta (2- 3 November 2023).
“Hanya saja, karena kita perlu rekognisi lintas sectoral maka penting untuk kita menyusun standar. Hal ini untuk menghindari ketika orang hijrah ketempat lain tidak diterima karena menggunakan standar yang tidak umum. Oleh karenanya, standar yang dirumuskan pada acara ini disebut dengan standar minimal” terang Waryono.
Meskipun demikian, hak otoritatif untuk menggunakan standar tersebut terletak pada pengelola lembaga. Standar minimal ini disusun untuk memberikan kerangka yang dapat dipakai secara general dan universal. Waryono menegaskan bahwa tenaga pendidik dan kependidikan ini memerlukan standar minimal yang harus dicapai sebelum mengajarkan anak didik pada LPQ. Ia menghimbau jangan sampai menemukan guru atau tenaga kependidikan yang kompetensinya tidak memadai untuk mengajar.
“Disitu, kami juga berupaya agar guru-guru yang memiliki niat yang mulia tetapi keilmuannya masih perlu peningkatan memiliki kesempatan untuk belajar lagi. Bagaimanapun, dalam lembaga pendidikan, peran tenaga kependidikan sangatlah penting untuk menentukan kualitas pendidikan yang dihadirkan untuk masyarakat” tukas guru besar UIN Sunan Kalijaga ini.
Ia juga menyinggung perihal kemajuan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh informasi yang lebih cepat dan akurat. Waryono juga mengingatkan agar jangan sampai metode pendidikan, baik pemberian materi, isi materi bahkan reward dan punishmentnya tidak relevan dengan keadaan zaman saat ini.
“Seperti pemberian pelajaran tentang kesetaraan gender, pengajaran tauhid itu harus diajarkan sesuai dengan zaman saat ini. Bapak ibu tenaga pendidik juga kita harap untuk melakukan riset lebih dalam agar generasi yang kita didik saat ini terhindar dari permasalahan fundamental yang dihadapi masyarakat kita pada hari ini” tuturnya.
Lebih rinci, kasubdit Pendidikan Al Quran, Nurul Huda menjelaskan bahwa sudah saatnya kebijakan penyusunan standar minimal pendidikan Al Quran dibentuk dengan pola bottom-up sesuai yang dibutuhkan oleh masyarakat. Akan tetapi, Nurul menegaskan bahwa kompetensi dasar pembelajaran Al Quran seperti hukum tajwid, makharijul huruf harus dimiliki.
“Hasil diskusi penyusunan standar nasional pendidikan Al Quran ini nanti akan dijadikan acuan untuk pelaksanaan pembelajaran Al Quran secara nasional” tandas Nurul di Jakarta.
Kegiatan ini berlangsung selama 2 hari di Jakarta dengan mengundang perwakilan dari lembaga/forum mitra pendidikan Al Quran dari PAUD Al Quran (PAUDQu), Taman Kanak-kanak Al Quran (TKQ), Taman Pendidikan Al Quran (TPQ), Ta’limul Qur’an Lilaulad (TQA) dan Rumah Tahfidz Al Quran. Kegiatan ini diisi dengan diskusi kelompok terpumpun Buku Standar Tenaga Pendidik Lembaga Pendidikan Al Quran dengan dibagi menjadi 5 komisi berdasarkan jenis lembaganya.
Bagikan: