Bogor (Pendis) - Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Kamaruddin Amin menekankan pentingnya para pejabat di lingkungan pendidikan Islam di tiap-tiap kantor wilayah provinsi untuk berperan lebih dari sekedar biasa. Di hadapan 34 kepala bidang (kabid) Pendidikan Agama Islam (PAIS/PAKIS/PENDIS) seluruh provinsi di Indonesia, ia mengatakan bahwa para pejabat yang amanah adalah mereka yang tak sekedar memiliki posisi atau jabatan tapi berperan sebagai pembimbing, pemikir, dan inovator sehingga mampu mengubah diri dan apa yang dijabatnya menjadi lebih meaningful atau bermakna.
"Kabid harus terus menerus belajar, saya juga akan terus belajar karena kita adalah pejabat yang disuruh mengurus pendidikan baik langsung maupun tidak langsung. Kita harus tahu apa yang diajarkan. Kabid PAI harus paham apa yang terjadi di sekolah, maka jangan enggan untuk sesekali turun ke sekolah," ujar Kamaruddin Amin.
Pesan ini disampaikan oleh Kamarudin saat membuka acara "Koordinasi Penyelenggaran USBN PAI", Rabu 21 Februari 2018 di Kota Hujan, Bogor. Ujian Sekolah Berstandar Nasional Pendidikan Agama Islam (USBN PAI) yang akan dilaksanakan serentak mulai bulan Maret 2018 di seluruh provinsi adalah salah satu dari sekian amanah pendidikan agama (PAI), karenanya harus memiliki visi yang kuat, langkah yang sama untuk mengkoordinasikan di lapangan. Keberhasilan pendidikan agama 10 mendatang ditentukan langkah kita sekarang, ujarnya.
Dalam kesempatan itu, sosok kelahiran Wajo Sulawesi Selatan yang menjabat sebagai Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar ini juga menjelaskan bahwa amanah pendidikan agama di sekolah itu berat. Bagaimana dengan waktu yang terbatas 2-3 jam per pekan para siswa diharapkan bisa paham agama itu bukan sesuatu yang mudah. Pengajaran agama di Indonesia dengan di Eropa itu berbeda. Di Eropa, agama diajarkan hanya sekedar pengetahuan saja, bukan untuk menjadikan siswanya taat beragama. Namun di negara kita, ada 2 tujuan besar dalam pendidikan agama di sekolah. Pertama transformasi nilai-nilai agama agar peserta didik menjadi orang yang taat beribadah atau saleh yang bisa memahami agamanya. Yang kedua, sebagai warga negara pendidikan agama juga harus bisa mendorong untuk saling menghargai apalagi Indonesia sangat multikultural. Agama harus jadi instrumen yang merekatkan satu sama lain meski dalam perbedaan. Ini yang tidak mudah, tapi menjadi amanah bersama.
Salah satu indikator penting dari tujuan yang pertama adalah para siswa harus bisa membaca Al Qur`an atau mengaji. Jika siswa muslim tidak bisa mengaji, maka Kementerian Agama dipandang gagal dalam mengemban tanggung jawab pendidikan agama. Jika 50% saja siswa tidak bisa mengaji maka bisa dipastikan pemahaman shalatnya juga tidak baik. Sedangkan indikator tujuan kedua adalah terkikisnya bibit-bibit radikalisasi secara massif di lingkungan pendidikan. Radikalisasi yang dimaksud bisa berupa kekerasan di kalangan para murid maupun guru, bisa juga kekerasan dalam pemahaman keagamaan akibat salah dalam memahami ajaran agama. Ini merupakan tantangan Indonesia sebagai pusat moderasi agama. "Kita dibayar negara untuk melaksanakan amanah tersebut, jadi pastikan pelajaran agama di sekolah itu berjalan efektif," pungkasnya. (wikan/dod) (foto: dadan)
Bagikan: