Semarang (Pendis) - Begitulah amanat dari kesimpulan yang didapatkan dari forum pertemuan dosen agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum (PTU) yang dikumpulkan dalam kegiatan pengembangan pembelajaran PAI pada PTU sejak tanggal 27 s/d 29 Maret 2018 kemarin.
Sebagian besar peserta menginformasikan pola rekruitmen dosen agama Islam pada PTU selama ini yang dilakukan secara otonom oleh masing-masing Perguruan Tinggi (PT). Salah satu pernyataan disampaikan oleh dosen--tidak bisa disebutkan namanya--dari salah satu PT di Yogyakarta. "Ada yang karena baru pulang umrah, lalu diminta untuk mengajar agama, atau pernah memberikan khutbah Jumat lalu diminta mengampu mata kuliah agama Islam," ujarnya mengisahkan.
Hal senada juga disampaikan oleh salah satu peserta utusan dari perguruan tinggi di Surakarta "Kami menyayangkan pengangkatan dosen agama di pergurun tinggi kami. Kami tahu kompetensi agama dosen tertentu namun mereka ditetapkan untuk mengajar agama Islam. Saya kira, Kementerian (Agama) harus mempertegas hal ini."
Pengalaman yang hampir serupa juga disampaikan oleh dosen lainnya yang berasal dari berbagai wilayah di Jawa Tengah dan Yogjakarta bahwa dosen PAI termasuk dosen yang dinomorduakan dalam berbagai hal. Dosen PAI seperti tidak dianggap keberadaannya, termasuk juga mata kuliahnya. Bahkan dalam beberapa pelaksanaan even penting keagamaan, sering tidak dilibatkan.
Forum ini selain ditujukan untuk penguatan kompetensi metodologi pembelajaran dan evaluasi pengajaran PAI dimanfaatkan juga untuk mendapatkan informasi untuk perbaikan penyelenggaraan PAI pada PTU. Merespon keluhan tersebut, Imam Safe`i, Direktur Pendidikan Agama Islam (PAI) Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama akan segera menerbitkan aturan yang diharapkan dapat menaikkan daya tawar dosen agama.
Menurutnya, jika hal ini dibiarkan akan menimbulkan masalah baru bagi generasi bangsa ini. Menurut Nurul Huda, Kasubdit PAI pada PTU bahwa Kementerian Agama telah menyelesaikan naskah pedoman penyelenggaraan pendidikan agama pada PTU. "Jika sudah ditetapkan, PAI diharapkan sebagian masalah akan terselesaikan," ujar Nurul menegaskan. Dalam langkah jangka pendek, Direktorat PAI akan melakukan terobosan-terobosan yang memungkinkan terjadi akselerasi dan peningkatan pelayanan dosen-dosen tersebut.
Kondisi pola rekruitmen dosen yang memprihatinkan diatas seolah berhubungan dengan kondisi wawasan keagamaan mahasiswa. Hal itu juga sekaligus mengingatkan pada hasil penelitian PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada pertengahan tahun 2017. Menurut penelitian tersebut, bahwa terdapat 51,1 persen responden mahasiswa/siswa beragama Islam yang memiliki opini intoleran terhadap aliran Islam minoritas, yang dipersepsikan berbeda dari mayoritas. Selain itu, sebanyak 34,3 persen responden yang sama tercatat memiliki opini intoleransi kepada kelompok agama lain selain Islam.
Survei tersebut juga menunjukkan sebanyak 48,95 persen responden siswa/mahasiswa merasa pendidikan agama mempengaruhi mereka untuk tidak bergaul dengan pemeluk agama lain. Lebih gawat lagi, 58,5 persen responden mahasiswa/siswa memiliki pandangan keagamaan pada opini yang radikal. Fenomena ini bak "api dalam sekam", yang menunjukkan pengaruh intoleransi dan radikalisme menjalar ke banyak sekolah dan universitas di Indonesia.
Nah, jika pola tersebut tidak segera dibenahi, maka dikhawatirkan budaya toleransi pada masyarakat Indonesia ini makin tergerus. [n15/dod]
Bagikan: