Seoul, Korsel (Pendis) - Pelatihan hari kedua di Seoul National University of Education (SNUE), Korea Selatan bertajuk "Teacher`s Trainer Ability and Motivation in Facing Global Challenges as Educators, Teachers and Trainers". Kali ini bersama Profesor Soo Young Lee, salah seorang Guru Besar di SNUE. Perkuliahan yang sangat menarik dan inspiratif ini berlangsung selama 240 menit. Dalam waktu yang relatif singkat, kami serasa mendapatkan kuliah dalam satu semester. Sungguh kuliah yang luar biasa.
Prof. Young Lee mengawali paparannya dengan mendeskripsikan sejarah pendidikan di Korea Selatan. Periode sejarah pendidikan Korea Selatan dimulai pada tahun 918-1392 (ketika Korea masih merupakan dinasti) sampai dengan rentang tahun 1962-1966 (lima tahun pertama pencanangan pembangunan ekonomi Korea Selatan dimulai). Prof. Young Lee juga menggambarkan bagaimana ketika Korea Selatan dijajah oleh Jepang (1910-1945), ketika militer Amerika Serikat berkuasa (1945-1948) dan saat terjadinya perang Korea (1950-1953). Dengan meyakinkan, Prof. Young Lee menyampaikan bahwa dalam waktu yang relatif singkat, sejak kemerdekaan Korea Selatan (1945) sampai dengan satu dasa warsa terakhir, Korea Selatan telah mampu menjadi negara yang sangat maju, baik di bidang teknologi industri maupun dalam bidang pendidikan. Bahkan Korea Selatan mampu menjadi negara paling maju di dunia pendidikan dalam kemampuan Problem Solving.
Prof. Young Lee lebih lanjut menyampaikan tentang kompetensi seorang guru yang ideal. Dalam hal ini, Prof. Young Lee menukil pendapat Shulman tentang tiga pengetahuan utama yang harus dimiliki seorang guru, yaitu: pengetahuan tentang konten (Content Knowledge), pengetahuan tentang pedagogik (Pedagogical Knowledge) dan pengetahuan tentang pedagogik konten (Pedagogical Content Knowledge).
Prof. Young Lee juga memaparkan strategi tentang bagaimana seorang guru bisa mempengaruhi peserta didiknya. Tak lupa beliau juga menjelaskan bagaimana perbedaan antara teori Objectivism dan Constructivism, di mana guru tidak hanya melakukan proses transfer of knowledge kepada peserta didik, tetapi seharusnya guru bisa menfasilitasi peserta didik agar bisa membangun pengetahuan baru berdasar pada kemampuan yang telah dimiliki sebelumnya (Preliminary Knowledge).
Pada bagian akhir perkuliahannya, Prof. Young Lee memaparkan tentang peranan guru dalam pembelajaran abad 21 yang dikenal dengan era revolusi Industri 4.0. Di era ini guru dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah. Guru sebagai "digital immigrants" harus mampu membimbing peserta didik yang lahir pada saat atau setelah era digital (digital natives). Oleh karena itu guru dituntut untuk senantiasa membekali diri dalam meningkatkan kemampuan dan kreativitasnya agar dapat membimbing peserta didiknya mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Dalam hal ini, Prof. Young Lee memaparkan bahwa guru harus memahami dan melatih peserta didik agar memiliki keterampilan abad 21 (21st Century Skill). Keterampilan abad 21 tersebut meliputi Foundational Literacies (bagaimana peserta didik dapat menerapkan kecakapan pokok pada tugas sehari-hari), Competencies (bagaimana peserta didik dapat mengatasi tantangan-tantangan yang kompleks) dan Character Qualities (bagaimana peserta didik menghadapi perubahan lingkungan mereka). (unang rahmat/dod)
Bagikan: