Pontianak (Pendis) - Kamis (18/10) Mahasiswa Perguruan Tinggi di Pontianak Kalimantan Barat mengikuti penguatan moderasi beragama yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Agama Islam. Sebanyak 150 mahasiswa dari 11 Perguruan Tinggi Umum (PTU) menjadi peserta aktif dalam kegiatan tersebut. Nurul Huda, Kasubdit Pendidikan Agama Islam (PAI) pada PTU meminta mahasiswa untuk menjadi agen-agen yang mengawal moderasi di kampusnya masing-masing.
Dalam pengarahannya, Nurul menegaskan bahwa banyak sekali daerah yang dianggap memiliki potensi kuat untuk menjadi agen moderasi. Pontianak menjadi salah satu pilihan sasaran program karena tingkat heteroginitas masyarakatnya. Sehingga, spirit kebhinnekaan akan semakin kokoh melalui adanya program ini. Mahasiswa perlu memahami posisi dan potensi kebhinnekaan daerahnya.
Riyadi Budiman, narasumber dari Universitas Tanjungpura yang juga koordinator pendidikan karakter di kampus yang sama menyatakan bahwa keberadaan moderasi menjadi penting untuk meningkatkan nalar kritis mahasiswa. Terlebih lagi di masa-masa menjelang pemilu, di mana informasi hoaks merajalela. "Kalau kita tidak mampu memutuskan untuk memilih pendapat yang kokoh, ikutlah pendapat ulama. Saya mereferensikan MUI untuk dijadikan rujukan saat ini," jelasnya ketika ditanya mahasiswa menyikapi aneka pendapat keagamaan yang beredar.
Hal ini juga diamini oleh Dr. Turhan Yani, salah satu pengurus DPP ADPISI yang juga menyampaikan strategi diseminasi moderasi agama melalui pembelajaran. Menurutnya, pengetahuan mahasiswa perlu diperkuat dengan memahami filsafat ilmu pengetahuan untuk lebih mensupport nalar kritisnya.
Dalam review pertemuan ini, Ahmad Rusdi memperkuat statemen-statemen narasumber dengan mencontohkan bahwa ketika ada kritik terhadap istilah--seperti--Islam Nusantara, tidak buru-buru menyesatkan, menyalahkan atau mengkafirkannya. Sebagai bagian dari akademisi, mahasiswa harus teliti dan baca secara tuntas tentang objek yang akan dikritiknya. "Banyak yang memahami Islam Nusantara sebagai mazhab baru, padahal secara terminologi dua kata tersebut adalah tarkib izhafi, yang berarti ada yang dibuang katanya (mahdzuf), yang sebenarnya adalah Islam di Nusantara," jelasnya menegaskan. "Saya sudah baca selesai penjelasan istilah tersebut, ada sekitar 400 halaman," jelasnya meyakinkan.
Lain Rusdi lain Anis Masykhur. Anis memberikan contoh bahwa Islam Nusantara berdasarkan referensi yang dibacanya adalah sebuah strategi dakwah. Menurutnya, kemunculan istilah puasa, langgar, nyadran, selametan dan sembahyang adalah strategi dakwah bahwa agama baru yang di bawa para ulama memiliki kemiripan dengan agama masyarakat lokal. "Istilah-istilah keagamaan yang dipakai saat ini adalah hasil penelitian panjang dan sudah digunakan masyarakat tanah jawi sejak lama," jelasnya menutup sessi review. Indonesia berharap Islam yang dianut dan diikuti masyarakat adalah benar-benar membawa rahmat bagi warga dan dunia. Wallahu a`lam bis shawab. (n15/dod)
Bagikan: