Tangerang (Pendis) - Kegiatan Peningkatan Kompetensi Guru dan Pengawas PAI pada Sekolah yang diselenggarakan Direktorat Pendidikan Agama Islam (Ditpai) di tengah Desember 2016 ini mengundang Sesditjen Pendis, M. Ishom Yusqi sebagai salah satu narasumber. Kasubdit PAI SMP, Dr. Nifasri, M.Pd, dalam pemaparannya sebagai panitia menyatakan bahwa kegiatan ini melibatkan hampir semua IN (Instruktur Nasional) pada Subdit PAI SMP yang didesain untuk reviewing buku pengayaaan PAI SMP yang akan dirilis pada akhir tahun ini.
Menurut Nifasri, Kemenag RI hanya diberi kewenangan dalam penyusunan buku pengayaan. Selama beberapa hari pada kegiatan ini, Kasubdit PAI SMP berharap semua peserta dapat dengan tuntas mereview buku pengayaan. Buku ini harus mudah dipahami, tidak terlalu literalis dan liberalis, lebih komprehensif daripada buku teks, juga dapat mengayomi berbagai perbedaan pendapat. Sehingga siswa lebih tertarik dan menambah wawasan baru bagi siswa.
M. Ishom Yusqi memaparkan sejarah Kemenag RI tidak bisa dipisahkan dari peran PAI. Pendirian negara Indonesia pun tak bisa dilepaskan dari tokoh-tokoh Islam. Saham terbesarnya adalah umat Islam, yang berjuang adalah umat Islam. Umat Islam Indonesia, dalam pandangannya, sangat hebat, salah satunya adalah bersikap toleran terhadap tujuh kata dalam sila pertama Pancasila. Konsesi dari peristiwa ini adalah berdirinya Kementerian Agama RI. Orang yang mau menghancurkan Kemenag berarti tidak tahu sejarah perjuangan bangsa.
"Terkait PAI, harusnya Kemenag RI yang menjadi imamnya," ujar M. Ishom Yusqi (Rabu, 14/12/16). Pengangkatan guru PAI, penyusunan buku PAI, seharusnya adalah Kemenag RI, bukan instansi lainnya. Kenapa hal ini penting, sebab PP 55 tahun 2007 memberikan amanat tegas bahwa urusan pendidikan agama berada pada wilayah Kemenag RI. Dalam arahannya, PAI sampai saat ini tetap menjadi poin strategis dalam pengembangan keimanan dan ketakwaan bangsa. Juga, berperan penting dalam membentuk pemimpin bangsa yang handal.
Ishom berpesan kepada peserta untuk menjadi pendamai, penengah, dan penyejuk bagi fenomena keagamaan yang cukup memanas pada akhir-akhir ini. Hal ini sejalan dengan visi Kementerian Agama RI yang linier dengan visi negara RI. Dalam hal ini, visi Kementerian Agama RI tidak bisa dilepaskan dari identitas keislaman dan ke-Indonesiaan. Kearifan lokal dan tradisi yang ada menjadi salah satu pengayoman dalam arah kebijakan Kemenag. Seni dan tradisi harus dipelihara karena menjadi khazanah kekayaan bangsa.
Dua sisi ini menjadi bekal bagi para guru dan pengawas PAI untuk menjalankan fungsinya lebih baik dalam membentuk generasi bangsa yang Islami dan keindonesiaan. (Rudi AS/dod)
Bagikan: