Gunung Sitoli (Pendis) - Dosen sekaligus antropolog STAIN Meulaboh, Muhajir Al-Fairusy mempelajari salah satu model moderasi beragama berbasis masyarakat kepulauan di Kepulauan Nias. Pemilihan Nias sebagai salah satu kawasan dari tiga kawasan kepulauan dilakukan mengingat Nias adalah kepulauan dengan tingkat toleransi yang amat tinggi dan kental.
Studi ini dilakukan guna memperkuat paham moderasi beragama di Perguruan Tinggi Negeri sebagai basis kajian berbasis penelitian. "Selama di Nias, kami merasakan atmosfer toleransi dan moderasi beragama sesungguhnya,” terang Muhajir kepada pendis.kemenag.go.id, Senin (26/2/2024).
Sebagaimana diurai oleh Muhajir Al-Fairusy, kepulauan Nias didiami oleh masyarakat lintas keyakinan dan etnis. Pun demikian, dari studi yang dilakukan, moderasi beragama justru berjalan cukup baik di sana. Mayarakat Nias menempatkan budaya kekeluargaan di garda paling depan dalam hidup beragama.
Bagi orang Nias kata Muhajir, kekeluargaan itu perisai yang dapat menahan serangan intoleransi. Identitas sebagai orang Nias yang dipandang sebagai satu keluarga atau talifuse itu lebih utama dibanding identitas lainnya termasuk agama. Bahkan, untuk menunjukkan pentingnya keluarga sebagai orang Nias ada ungkapan lokal yang mengibaratkan orang Nias seperti satu kesatuan sungai yang mengalir, tidak bisa diputuskan begitu saja. "Hulô La’ewa Nidanô, ifuli Fahalô-halô."
Di tengah masyarakat Nias, Muhajir kerap menemui peristiwa unik, seperti ikatan keluarga lintas agama yang menghormati satu sama lain. Seperti ada seorang adik beragama Muslim mengantar kakaknya beragama Katolik untuk berdoa di Gereja. Paling penting, bagaimana cara orang Nias menempatkan nilai kekeluargaan lebih utama.
Di sisi lain, hal yang unik di Nias meskipun jumlah muslim minoritas, mereka dapat membangun rumah ibadah tanpa perlu izin terang Muhajir. Kondisi ini dimungkinkan karena kentalnya nilai keluarga sebagai sesama orang Nias.
Sebagaimana diterangkan oleh Robert Arozatulo Zebua yang menjabat Kasubbag TU Kankemenag Kabupaten Nias, di sini tak perlu izin mendirikan rumah ibadah karena kita semua bersaudara. Bahkan menurut Robert, peringatan hari raya apapaun akan tetap diperingati dan dimeriahkan secara bersama. Tradisi ini sudah dilakukan turun temurun terang Robert, jauh sebelum wacana moderasi beragama dikumanndangkan.
Dari catatan sejarah, sebagaimana diurai oleh Ketua MUI Gunung Sitoli, Abdul Hadi, Kepulauan Nias telah terikat perjanjian setia antara orang-orang Aceh dan Minang dengan Raja Nias untuk saling melindungi dan menempatkan basis kekeluargaan Nias paling primer. Surat perjanjian tersebut jelas termaktub dalam lembaran manuskrip kuno yang kini disimpan oleh Ketua MUI.
Dalam penelitian ini, Muhajir Al-Fairusy dibantu oleh Dosen STAI Matauli, Barus, Ikbal Husni. Studi ini nantinya akan menghasilkan satu bentuk model moderasi beragama berbasis kepulauan terang Muhajir Al-Fairusy, dan dapat dijadikan perbandingan dengan moderasi beragam di daratan. Tentunya, ini dilakukan dalam rangka pengembangan PTKI ke depan. Dr Syamsuar, Ketua STAIN Meulaboh mendukung penuh kerja-kerja penelitian dengan menempatkan wacana moderasi beragama khususnya dalam rangka penguatan nilai kebangsaan dalam konteks pemahaman agama yang moderat terang Ketua STAIN Meulaboh.
Apalagi, STAIN Meulaboh juga siap menampung mahasiswa non Muslim dari perbatasan Aceh tarang Dr Syamsuar. "Tentunya dengan nilai moderasi beragama perlakuan terhadap mahasiswa non Muslim juga berhak mendapatkan hak yang sama dalam menempuh pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Jika ada dari Nias, STAIN Meulaboh tentu siap terang Ketua STAIN Meulaboh yang pernah menulis buku pemikiran Cak Nur dalam kehidupan berbangsa."
Bagikan: