Leiden (Pendis) - Pada kesempatan ini, peserta Short Course Riset Berstandar Internasional mendapatkan kesempatan menjadi peserta Konferensi Tahunan LUCIS Universitas Leiden. Konferensi ini dilaksanakan selama tiga hari yakni sejak tanggal 23-25 November 2016. "Upaya mengenal Islam betul-betul dilakukan secara serius," kata peserta berkomentar kagum. Sebuah universitas yang tidak dimiliki dan tidak diselenggarakan oleh orang-orang Islam mengkaji tentang Islam, ajaran dan perilakunya adalah sesuatu yang mengherankan. Konferensi ini fokus mengkaji tentang Islam di Asia Tengah, dengan bertemakan "Memory and Commemoration in Islamic Central Asia: Past and Present Perspectives".
Keseriusan untuk memahami Islam ini ditunjukkan dengan dikajinya perkembangan Islam di Asia Tengah, sebuah wilayah yang jarang dikaji termasuk oleh sejarahwan nusantara. Prof. Dr. Petra Sijpesteijn, Direktur LUCIS, adalah seorang ahli sejarah yang memberikan pengantar awal konferensi, yang kemudian dilanjutkan dengan pemaparan panel untuk sessi pertama dengan empat narasumber. Pada sessi ini bertemakan "Commemorative Dynastic Narratives". Kajian sessi pertama ini mengkaji tentang memori dinasti Turki saljuk yang berkuasa hampir tujuh ratus tahun. Deborah Tor, dari University of Notre Dame, mengulasnya tentang sejarah Turki Saljuk. Makalahnya diberi judul The Commemoration of the Seljuqs in Historical Narratives. Did the Saljuq commemorate their Central Asian origin? ". Sedangkan Dilnoza Duturaeva, dari University of Bonn/Academy of Sciences of Uzbekistan menyatakan bahwa peran dan pengaruh Kesultanan Turki di salah satu wilayah kekuasaannya, yakni China. Agak lain dengan narasumber yang keempat yang mengulas tentang Dinasti Persia, yakni Charles Melville, Cambridge University, The perceptions of history in Persian chronicles of the 16th-17th centuries from Central Asia.
Sementara hari kedua lebih banyak menggali informasi tentang bukti-bukti peninggalan Islam yang mengagumkan. Masjid, arsitektur bangunan dan sejenisnya adalah sebuah memori yang tidak mudah dilupakan sejarah.
Sedangkan pada hari ketiga, lebih memperkenalkan tokoh-tokoh aktifis muslim di asia tengah. Sayyids of Mawerannahr, Baha al-Din Naqshband in 16th- and 17th-century Bukhara, Bukhara-yi Sharif (Soviet Russia), Zeki Velidi Togan (1890-1970), dan Vladimir Ivanow Tajik Badakhshan.
Paparan-paparan narasumber dalam konferensi selama tiga hari tersebut banyak memberikan inspirasi kepada para duta PTKI yang sedang mengikuti Short Course tersebut. Ternyata masih banyak ruang untuk riset tentang isu keislaman. (erw/n15/dod)
Bagikan: