Bandung (Kemenag) – Kementerian Agama terus berinovasi dalam memajukan kualitas pendidikan Islam di Indonesia. Melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, konsep kurikulum berbasis cinta kini didorong untuk diterapkan di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Kurikulum ini mengedepankan nilai kasih sayang, empati, dan penghormatan terhadap sesama sebagai fondasi dalam proses pendidikan.
Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam, Prof. Arskal Salim, menyatakan bahwa pendekatan berbasis cinta sangat relevan untuk membentuk karakter generasi Alpha dan Z agar lebih responsif, empatik, dan adaptif terhadap dinamika zaman.
“Pendidikan tidak lagi cukup hanya menekankan aspek kognitif. Kita butuh kurikulum yang menyentuh ranah emosional dan spiritual mahasiswa, agar lahir generasi yang cerdas secara intelektual dan bijak dalam bertindak,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (23/4/2025).
Namun, Arskal juga menggarisbawahi adanya tantangan nyata dalam pengembangan kurikulum ini, terutama keterbatasan buku ajar dan minimnya riset kontekstual yang sesuai dengan karakter generasi digital. Karena itu, ia mengajak para akademisi, peneliti, dan penulis untuk bersinergi menghasilkan literatur pendidikan Islam yang relevan dan progresif.
Selain aspek afektif, Arskal juga menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran agama. Ia menyebut bahwa media sosial, aplikasi edukatif, hingga konten multimedia harus dimaksimalkan untuk menyampaikan nilai-nilai Islam secara menarik dan menyatu dengan kebiasaan generasi muda.
“Pemanfaatan teknologi harus diarahkan secara bijak. Kita tidak ingin teknologi menjadi candu, tapi justru menjadi jembatan menuju pembelajaran yang interaktif dan bermakna,” tegasnya.
Sebagai bagian dari transformasi pendidikan Islam yang lebih inklusif dan adaptif, Kementerian Agama mendorong setiap PTKI untuk mengembangkan model pembelajaran agama yang humanis, kolaboratif, dan berbasis teknologi digital.
Bagikan: