Depok (Kemenag) – Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, menyampaikan harapan besar agar Indonesia tampil sebagai pusat peradaban dan sains Islam dunia. Harapan ini disampaikan saat peluncuran Gerakan Penanaman Satu Juta Pohon Matoa dan peletakan batu pertama pembangunan Pesantren Istiqlal Internasional Indonesia (PIII) di kawasan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Depok, Senin (22/4/2025).
“Indonesia saat ini menjadi perhatian dunia Islam. Saat mendampingi Presiden ke Timur Tengah—Turki, Qatar, Uni Emirat Arab, Mesir, hingga Yordania—para kepala negara menyampaikan langsung harapan agar Indonesia tampil sebagai episentrum kajian intelektual dan peradaban Islam,” tutur Menag Nasaruddin penuh keyakinan.
Menurutnya, Indonesia memiliki modal kuat: demokrasi yang stabil, umat Islam moderat, serta keberagaman yang harmonis. Ini menjadi dasar bagi dunia Islam untuk menaruh harapan pada Indonesia sebagai mercusuar Islam yang damai, toleran, dan berkemajuan.
Mendukung pandangan Menag, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno, menegaskan bahwa pendirian UIII sejak awal memang diniatkan sebagai proyek global, bukan sekadar universitas baru.
“Ketika kita menerbitkan Perpres pada 2016 untuk pendirian universitas ini, idenya sama seperti yang disampaikan oleh Pak Menag: Indonesia harus menjadi tempat belajar tentang Islam yang damai, toleran, dan merangkul keberagaman. Islam yang menebarkan perdamaian,” tegas Pratikno.
Ia menambahkan, itulah sebabnya dalam Perpres disebutkan bahwa UIII berada di bawah dua kementerian, yaitu Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri.
“Karena ini proyek hasil diskusi antar kepala negara. UIII adalah kontribusi Indonesia untuk dunia. Di sinilah pemikiran Islam Indonesia—seperti tafsir dan publikasi akademik—dapat menjadi referensi global. Bahkan hingga pada penguasaan teknologi mutakhir seperti Artificial Intelligence,” lanjutnya.
“AI itu bukan instrumen netral. Kalau kita tidak ikut andil, maka narasi dunia akan didominasi pihak lain. Kita butuh AI versi Islam Indonesia—yang damai, adil, dan berpihak pada kemanusiaan,” katanya.
Selain kontribusi pemikiran, UIII juga diharapkan mencetak lulusan kelas dunia, yang kelak menjadi duta perdamaian dan pemimpin di berbagai belahan dunia.
“UIII bukan UIN baru. Ini adalah platform global. Kita ingin alumninya menjadi diplomat, guru agama internasional, dan penggerak Islam moderat di berbagai negara,” ungkapnya.
Pratikno juga menekankan pentingnya membangun kampus yang ramah lingkungan dan multikultural.
“Kita tak mungkin bersaing dalam ketinggian gedung dengan negara lain. Tapi kita bisa unggul dalam kelestarian. Dengan 140 hektare, kampus ini bisa jadi pusat konservasi hayati. Ini bukan kampus monokultur, melainkan multikultur. Kita harus ingat pesan Presiden: bukan hanya ‘hablum minallah’ dan ‘hablum minannas’, tapi juga ‘hablum minal alam’,” ujarnya.
Ia bahkan mengusulkan konsep “wakaf oksigen” sebagai bentuk ibadah baru melalui konservasi lingkungan.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Kamaruddin Amin, dalam laporannya menyebut dua agenda besar yang diresmikan hari ini: Peluncuran Gerakan Penanaman 1 Juta Pohon Matoa dan Groundbreaking Pesantren Istiqlal Internasional Indonesia.
“Gerakan ini merupakan wujud nyata komitmen Kemenag dalam mengimplementasikan ekoteologi, yang mengintegrasikan nilai keagamaan dengan pelestarian lingkungan,” ujar Kamaruddin.
Ia menjelaskan, Pohon Matoa dipilih karena nilai ekologis dan simboliknya sebagai representasi keberagaman hayati Indonesia.
“Bibit telah didistribusikan ke 34 provinsi, melibatkan lebih dari 10.000 mitra keagamaan. Penanaman dilakukan di rumah ibadah, madrasah, pesantren, kampus, hingga asrama haji. Ini menjadi gerakan lintas sektor dan lintas iman,” tambahnya.
Untuk Pesantren Istiqlal Internasional Indonesia, Kemenag telah menyusun rencana strategis, mulai dari arsitektur ramah lingkungan hingga kurikulum integratif yang menggabungkan Islam, sains, dan isu global seperti perubahan iklim.
“Pesantren ini akan melahirkan pemimpin Muslim global yang cendekia, toleran, dan peduli lingkungan. Groundbreaking hari ini adalah simbol sinergi antara intelektualitas dan religiositas,” pungkas Kamaruddin.
Momentum Hari Bumi ke-55 ini bukan sekadar seremoni. Ini adalah langkah strategis Indonesia menuju panggung dunia, bukan hanya dalam isu lingkungan, tetapi juga dalam narasi Islam dunia. Lewat UIII dan Pesantren Istiqlal Internasional, Indonesia sedang membangun tiga kekuatan sekaligus: intelektual, spiritual, dan ekologis—sebagai fondasi peradaban Islam masa depan.
Bagikan: