Era disrupsi menghadirkan perbagai tantangan bagi kehidupan umat manusia. Hilangnya beberapa pekerjaan dan munculnya pekerjaan baru yang selama belum ada, artificial intelligence (AI), hingga cara hidup baru menghadapi kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi.
Salah satu yang terancam adalah pekerjaan guru dan dosen, seiring dengan fenomena matinya kepakaran (the death of expertise), digantikan dengan menjamurnya wacana yang lahir dari layanan informasi dan AI. Masyarakat bisa secara bebas mengkonsumsi menu-menu pengetahuan, sains dan teknologi yang dibutuhkan, akan tersaji dengan cepat dan akurat.
Dosen yang selama ini berperan sangat dominan sebagai ‘sumber pembelajaran’, agaknya harus berpikir ulang, kalau hanya berbekal dengan pengetahuan dan metodologi pembelajaran, yang selama ini dikuasainya. Terutama merubah cara berpikir (minesite) untuk menyesuaikan dengan kemajuan di era revoluasi industri 4.0 dan society 5.0.
Membanjirnya sumber pengetahuan termasuk pengetahuan agama, juga menjadi tantangan tersendiri. Ujaran kebencian dan truth claim atas nama agama, menjadi pemandangan sehari-hari, tidak saja di dunia nyata tetapi lebih massif di dunia maya (media social).
Setiap individu yang hidup di abad ini, tidak ada jaminan akan selamat, dari pengaruh paham keagamaan yang cenderung formalistik, rigid, tertutup, bahkan cenderung intoleran dan radikal. Termasuk di kalangan dosen, rentan terhadap pengaruh ini. Dalam konteks Kementerian Agama, saat ini sedang gencar-gencarnya dengan membekali para dosen dan tenaga kependidikan dengan moderasi beragama.
Komponen sumber daya yang penting diberdayakan di perguruan tinggi salah satunya adalah dosen. Peningkatan prestasi dan kualitas institusi dapat dimulai dengan lebih dahulu memperbaiki dan meningkatkan kualitas dosen. Sehingga program peningkatan kompetensi harus menjadi prioritas utama di sebuah perguruan tinggi (Janawi, 2012).
Oleh karena itu, diperlukan medium peningkatan dan pengembangan kompetensi dosen merespon pelbagai tantangan keilmuan, keagamaan dan laju perkembangan zaman. Mengacu pada konsep kompetensi menurut Gordon (1988) terdapat beberapa aspek yang terkandung dalam konsep kompetensi, antara lain (1) Pengetahuan (knowledge) yakni kesadaran dalam bidang kognitif, (2) Pemahaman (understanding) yaitu kedalaman kognitif dan afektif, (3) Nilai (value) yaitu standar perilaku yang diyakini dan melekat pada seseorang, (4) Kemampuan (skill) yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu dalam melaksanakan tugasnya, (5) Sikap (attitude) yaitu perasaan atau reaksi terhadap sesuatu, (6) Minat (interest) yaitu kecenderungan untuk melakukan suatu perbuatan.
Berbagai aspek kompetensi seharusnya mampu berpadu padan dengan profesionalisme. Oleh karena itu, peningkatan kompetensi dosen menjadi sebuah keniscayaan, di tengah persaiangan. Sehingga dosen mampu memiliki kualifikasi ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mapan, memberikan layanan intelektual yang khas dalam masyarakat dan memilki kewenangan intelektual. Selain juga yang penting ialah kepatuhan pada kebenaran ilmu pengetahuan, kode etik, dan jejaring keilmuan yang kredibel dan profesional. Menurut Spencer dan Spencer (1993), idealnya pengembangan kompetensi tersebut dilakukan secara seimbang dan berkualitas.
Kenapa Harus PKDP?
Mathis dan Jackson (2006) menguraikan bahwa kompetensi merupakan perpaduan dari knowledge, skill, ability yang dibutuhkan dalam menuntaskan pekerjaan secara baik dan efektik. Manifestasi dari kompetensi seorang dosen dapat terlihat dalam tindakan, tingkah laku dan kinerja yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: pertama, kemampuan individual untuk melakukan pekerjaaan tersebut (internal); kedua, tingkat usaha yang dicurahkan dan dukungan kelembagaan (eksternal)
Selain peningkatan kompetensi yang dilakukan oleh dosen secara mandiri, Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis), Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis), Kementerian Agama RI sejak tahun 2022, tengah berikhtiar, menjembatani dengan program Pelatihan Peningkatan Kompetensi Dosen Pemula (PKDP), yang pada tahun ini, berganti nama menjadi Short Course Peningkatan Kompetensi Dosen Pemula (PKDP).
Kata pemula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dimaknai dengan orang yang mulai atau mula-mula melakukan sesuatu. Dengan demikian dosen pemula adalah dosen yang memulai atau mula-mula menjalankan profesinya, sebagai tenaga pendidik pada perguruan tinggi. Termasuk bagi mereka yang karena satu dan lain hal mutasi ke profesi dosen dari sebelumnya menjadi tenaga fungsional atau structural.
Misalnya sebelum menjadi dosen menjadi eselon pada sebuah Lembaga/Kementerian, jelang pensiun berpindah menjadi dosen. Terhadap yang demikkian juga diwajibkan mengikuti PKDP yang selanjutnya menjadi tiket mengikuti sertifikasi dosen, agar nantinya dapat berkarir dalam jabatan fungsional dosen dari asisten ahli, lector, lector kepala hingga guru besar (professor).
PKDP merupakan program yang strategis untuk meningkatkan kapasitas para dosen dalam empat hal: (1). Kapasitas Paedagogik; (2). Kapasitas Moderasi Beragama dan Kebangsaan; (3). Teknologi dan perubahan social; (4). Jabatan dan karir.
Kita menyadari tidak semua dosen pada Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK), memiliki latar belakang ilmu pendidikan dan keguruan, khususnya paedagogik. Sehingga perlu disegarkan kembali, bahkan dibekali ilmu mengajar (didaktik-methodik) dalam mengembangkan pembelajaran di kampus.
Dunia pendidikan terus tumbuh dan berkembang, tentu didaktik-methodik juga mengalami perkembangan yang signifikan, beda sekali pada waktu para dosen itu mendapat asupan pembelajaran oleh para dosennya dulu seaktu kuliah. Melalui PKDP, para dosen pemula akan mendapatkan bekal ilmu didaktik-methodik yang cukup disesuaikan dengan perkembangan dunia pendidikan, perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Para dosen pemula juga harus maujud menjadi dosen yang mencintai agama, bangsa dan negaranya dalam satu tarikan nafas bukan pribadi yang terbelah. Dia harus memiliki komitmen keagamaan dan kebangsaan yang kuat. Berulang kali hal itu disampaikan oleh Gus Men Yaqut Cholil Qaumas di berbagai kesempatan.
PKDP juga dmaksudkan untuk membakali kapasitas dan kompetensi dosen PTK dalam hal menulis karya ilmiah, yang nantinya bisa diproyeksikan menjadi tulisan yang dipublikasikan dalam jurnal bereputasi internasional semacam scopus atau WOS. Kita tahu kemampuan para dosen dirasa masih harus ditingkatkan di Tengah maraknya publikasi karya ilmiah sebagai symbol kualitas intelektual.
Melalui PKDP para dosen di bawah Kementerian Agama, juga akan dibekali kemampuannya dalam hal karir dan jabatan dosen. Jabatan tertinggi dosen adalah menjadi guru besar, bukan Rektor/Ketua. Rektor dan Ketua adalah hanya jabatan tambahan. Namun demikian, kesadaran para dosen untuk mengurus jabatan fungsional akademik masih belum menggembirakan.
PKDP di Era Persaingan
Seiring dengan persaingan yang semakin ketat antar universitas dalam hal peningkatan mutu akademik, maka tuntutan terhadap kualitas dosen terus ditingkatkan untuk melahirkan lulusan yang berkualitas, sehingga mampu bersaing di tingkat nasional dan internasional. Kompetensi dosen pada masa yang akan dating akan semakin berat, hal ini terjadi karena trend bisnis dan industry serta teknologi mulai merambah ke dunia Pendidikan (Made, 2011).
Pelatihan mengacu pada konsep Sikula (2000) merupakan suatu pendidikan short-term dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir, sehingga dosen belajar pengetahuan teoretik, teknik aplikatif dan keahlian untuk tujuan tertentu. Hal tersebut relevan dengan gagasan dan langkah nyata Kementerian Agama dalam meningkatkan kompetensi dosen melalui Short Course PKDP.
Seperti diketahui bahwa pada tahun 2023, kedudukan dan fungsi PKDP tidak lagi menjadi kegiatan pelengkap, yang beriringan dengan sertifikasi dosen, tetapi menjadi persyaratan dosen untuk mengikuti sertifikasi. Sepadan dengan PKDP pada Kemdikbudristek ditempuh dengan kegiatan Pelatihan Peningkatan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional (PEKERTI), untuk menciptakan pengajar berkualitas dan terampil.
PKDP terselenggara dengan pembiayaan dari anggaran Beasiswa Indonesia bangkit (BIB) Kementerian Agama yang merupakan beasiswa kolaboratif antara LPDP-Kemenag, katagori beasiswa Non Gelar. Kurang lebih 2.500 dosen PTK se-Indonesia, akan ambil bagian dalam kegiatan PKDP yang akan melibatkan 19 UIN sebagai Perguruan Tinggi Penyelenggara (PTP).
Penyelenggaraan PKDP harus berkualitias, inovatif dan merespon situasi dan tantangan yang dihadapi dosen. Dari tahun ke tahun harus mengalami peningkatan, baik kualitas penyelenggaraan maupun kualitas layanan. Harus terselenggara dengan. Tidak semata-mata membekali kapasitas dosen secara kognitif, tetapi juga harus mampu mendorong aksi-aksi riil peserta utamanya dalam implementasi kurikulum dan pembelajaran, kecakapan paedagogik dan kecakapan menggunakan media social untuk desiminasi moderasi beragama; Tiga ranah Taksonomi Bloom harus terimplementasi dengan baik dalam medan pelatihan (kognisi, afeksi dan psikomotor).
Perubahan di dunia pendidikan tinggi harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas dan kompetensi seorang dosen. Profil dosen yang pro perubahan menjadi kebutuhan di pengah persaingan.(wallahu a’lam bi al-shawab).
_Deklarasi:_
Tulisan ini saya dedikasikan untuk pengembangan ilmu pengetahuan sebagai jariyah, siapun dapat mengambil dan menyebarluaskan di berbagai media.
Ruchman Basori_
Kasubdit Ketenagaan, Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis), Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis), Kementerian Agama RI
Tags:
uinBagikan: