Jakarta (Pendis) - Semua jabatan dimanapun dan tinggi rendahya adalah sama. Dari Presiden hingga Jabatan Fungsional Umum (JFU) sama. Oleh karenanya yang di atas tidak perlu sombong dan yang di bawah tidak perlu rendah diri (minder). Yang membedakannya adalah pada sejauhmana komitmen pengabdian dan pelayanannya kepada masyarakat.
Pernyataan itu diutarakan oleh Kepala Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Abdurrahman Mas`ud saat memberikan materi Isu-Isu Strategis dan Wawasan Multikulturalisme kepada peserta Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan (Diklatpim) IV Angkatan XXIX Tahun 2016 di di Balai Diklat Keagamaan Jakarta (28/07/16).
Menurutnya, kita semua harus menyadari filosofi bahwa jabatan adalah amanah. Orang Barat sering menyebutnya, jabatan adalah panggilan. "Amanah erat kaitannya dengan kata iman yang dalam bahasa Inggris disebut dengan integritas," terang Rahman.
Jabatan juga bisa memuliakan orang dan bisa menyengsarakan orang. Lebih dari itu jika tidak mampu memegangnya dengan amanah (integritas) maka akan memenjarakan orang. "Amanah harus dipegang dengan baik, agar orang banyak (publik) merasakan buah dari kepemimpinan yang kita lakukan," tandasnya.
Dihadapan 30 orang peserta Diklatpim IV, lulusan UCLA Amerika Serikat ini juga mengingatkan pentingnya "tanggungjawab" bagi seorang pemimpin. "Amanah harus dijunjung secara bersama-sama dengan tanggungjawab yang dalam bahasa Inggris disebut responsibility. Para pemimpin di lingkungan Kementerian Agama harus menjadi contoh bagi Kementerian lain di negeri ini.
Tidak lupa Guru Besar Sejarah Peradaban Islam ini mengutip hadits Nabi yang artinya: "setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintakan pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya". Tanggungjawab menegakan aturan, menjalankan kebijakan, menjalankan tugas dan tanggungjawab mengemban amanah publik menjadi sangat penting sebagai implementasi kepemimpinan yang baik.
Dituturkan oleh Abdurrahman Mas`ud, umumnya di negara-negara maju warganya mempunyai rasa tanggungjawab yang tinggi dan sudah terlembagakan. Sementara di negara-negara yang belum maju termasuk kita belum mampu terlembagakan dengan baik.
Pelaksanaan Diklatpim IV Angkatan XXIX Tahun 2016 dilaksanakan selama kurang lebih 4 bulan, 18 Juli s/d 1 November 2016 dengan sistem pembelajaran di Balai Diklat (on campus) dan pelatihan di luar balai diklat atau di tempat kerja (off campus).
Diklatpim IV Angkatan XXIX diikuti oleh 30 orang peserta yang berasal dari Ditjen Pendidikan Islam, Bimas Katolik, Bimas Kristen, Bimas Buddha, Bimas Hindu, Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Balitbang-Diklat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, IAIN Pontianak Kalbar, IAIN Banten, Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Kanwil Kementerian Agama Banten dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat.
Enam orang yang diberikan kesempatan mengikuti Diklatpim IV adalah Abdullah Al-Kholis, Kasubbag Hukum dan Perundang-Undangan Bagian Ortala dan Kepegawaian, Abdullah Faqih, Kasi Kerjasama Kelembagaan pada Direktorat Pendidikan pada Madrasah, Anis Maskhur Kasi Penelitian pada Direktorat Dikti Islam, Nanik Puji Hastuti Kasi Kurikulum Raudlatul Athfal Direktorat Pendidikan Madrasah, Suwendi Kasi Kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah Direktorat PD-Pontren dan Ruchman Basori Kasi Kemahasiswaan pada Direktorat Dikti Islam.
Kesabaran menjadi kata kunci yang lain agar kita bisa menjalankan kepemimpinan dengan baik. Namun Rahman, selama ini kata sabar dimaknai sebagai sesuatu hal yang pasif, padahal Al-Qur`an menyebut dengan kata kerja yang bermakna dinamis dan pro aktif. Selain itu lanjut Rahman, keteladanan (uswah hasanah) juga menjadi nilai yang sangat penting bagi seorang pemimpin.
Amanah dan tanggungjawab mestinya tidak saja menjadi nilai yang dipahami namun harus dapat dipraktekan dalam lingkungan kerja kita. Dari nilai yang bersifat personal harus mampu dilembagakan dengan baik. "Para peserta Diklatpim harus mampu menjadi motor penggerak kepemimpinan yang amanah, tanggungjawab dan sabar," harapnya. (Ruchman Basori/dod)
Bagikan: