Ahmad Zayadi: Irfan Bahri Hanya Jalankan Fitrahnya Membela Diri

Sabtu, 2 Juni 2018 07:21 WIB
Pendis

Ahmad Zayadi: Irfan Bahri Hanya Jalankan Fitrahnya Membela Diri

Jakarta (Pendis) - Keberanian Muhammad Irfan Bahri (19 tahun), seorang santri Pondok Pesantren Darul Ulum Pamekasan Madura yang berhasil melumpuhkan pelaku pembegalan atas diri dan saudaranya di jembatan Summarecon Bekasi Rabu lalu akhirnya berbuah manis.

Meski dirinya sempat berstatus tersangka dan mendekam di penjara Markas Polisi Resor Metro (Mapolrestro) Bekasi Kota, Jawa Barat, tim ahli pidana dari kalangan akademisi beranggapan tindakan yang dilakukan Irfan Bahri itu lantaran masuk dalam kategori bela paksa. Tim ahli dan Kapolrestro Bekasi Kota menggugurkan status tersangkanya, bahkan tindakannya tersebut dianggap menginspirasi.

Selain menjadi inspirasi bagi polisi dan masyarakat Kota Bekasi, sang santri dianugerahi penghargaan atas keberaniannya dari Kapolrestro Bekasi Kota saat menggelar apel pagi, Kamis (31/05).

Keberhasilannya itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, di pesantren Irfan Bahri ternyata dibekali ilmu beladiri. Tidak hanya sebagai murid, bahkan dirinya sempat menjadi guru beladiri di tempat yang sama.

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD-Pontren) Kementerian Agama (Kemenag) Ahmad Zayadi turut bertutur. Menurutnya, di Indonesia memang ada beberapa pesantren di samping mengajarkan para santrinya memperdalam ilmu agama (tafaqquh fiddin), mereka juga membekali para santrinya dengan ilmu beladiri yang didasarkan kepada keyakinan spritual yang sering disebut dengan "kanuragan" (beladiri dengan landasan spritual).

Ilmu kanuragan tersebut didapat santri melalui pendekatan spritual melalui laku tirakat seperti puasa atau pelatihan secara fisik. Hal ini dimaksudkan untuk membekali santri saat mereka terjun dalam kehidupan sosial kemasyarakatan yang problematikanya lebih kompleks.

Zayadi menjelaskan bahwa pembekalan ilmu beladiri semacam pencak silat di pesantren merupakan bagian dari tradisi dan budaya pesantren, yang dididikkan kepada santri untuk membela diri. Tekniknya sesungguhnya menggabungkan antara keterampilan gerakan, konsentrasi fikiran dan olah intuisi/batiniyah. "Inilah salah satu kekhasan dari tradisi pesantren yang jarang ditemui pada lembaga pendidikan lainnya," tutup Zayadi. (Hery/dod)


Tags:

Bagikan: