Direktorat PD-Pontren Adakan Review RKA-KL

Direktorat PD-Pontren Adakan Review RKA-KL

Jakarta (Pendis) - "Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Dit. PD-Pontren) di tahun 2017 harus dapat menyajikan program-program yang inovatif dan dirasakan langsung oleh masyarakat. Oleh karenanya, RKA-KL 2017 harus benar-benar mencerminkan hal dimaksud," demikian pernyataan Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI, Mohsen dalam kegiatan "Review RKA-KL Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren" yang diselenggarakan di Jakarta, Selasa (24/01/2017).

Dalam kegiatan yang dihadiri oleh para Kepala Subdit dan Kepala Seksi di lingkungan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren itu, Mohsen lebih lanjut menyatakan bahwa kita harus dapat melakukan kegiatan yang pro-masyarakat dan harus dipublikasi ke masyarakat, sehingga masyarakat juga mengetahui apa yang telah kita lakukan. Kita perlu mendukung dan mewujudkan pesan Direktur Jenderal Pendidikan Islam bahwa di setiap subdit setidaknya ada 2 atau 3 program inovatif yang benar-benar dibanggakan oleh kita. Kita harus bisa membuktikan itu," papar pria kelahiran Palu, 6 Maret 1965.

Di bagian terpisah, mantan Kepala Kanwil Kementerian Agama Sulawesi Tengah itu menyajikan bahwa Direktorat PD-Pontren, khususnya Subdit Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah, diharap dapat terus mengikuti dan berkoordinasi terkait dengan rencana kebijakan 5 (lima) hari belajar pada satuan pendidikan dan efeknya terhadap penyelenggaraan madrasah diniyah takmiliyah. "Kita harus benar-benar mengkaji dan berkoordinasi termasuk dengan masyarakat tentang efek yang muncul. Jangan sampe kebijakan dari pemerintah termasuk dari Kementerian/Lembaga lain itu berefek kurang baik bagi layanan pendidikan keagamaan Islam," demikian papar Mohsen.

Dalam diskusi itu muncul ide atau program yang benar-benar diharapkan dapat dirasakan oleh masyarakat. Misalnya, program BOP (Bantuan Operasional Pesantren) yang diberikan kepada pondok pesantren berbasis data santri mukim. Pesantren sebagai satuan pendidikan yang hanya mengajarkan kitab saja itu belum banyak diberikan afirmasi program. Demikian juga, pesantren sebagai penyelenggara pendidikan yang ketika santri setelah mengikuti pendidikan pada sekolah atau madrasah, mereka kembali mengikuti kegiatan di pesantren. Biaya operasional penyelenggaraan pesantren itu belum banyak diberikan afirmasi oleh pemerintah. Dengan demikian, BOP ini selain dapat meringankan beban operasional penyelenggaraan pesantren, juga diharapkan dapat memastikan bahwa pondok pesantren itu patuh NKRI dan tidak radikal. "Jika pesantren itu mengatakan NKRI itu thagut dan mengajarkan radikalisme, maka BOP harus dicabut," papar salah satu peserta rapat.

Di sesi lain, muncul ide perlunya penyelenggaraan kegiatan semisal MHQ (Musabaqah Hifzhil Quran) dengan berbagai cabangnya seperti Musabaah Tarjamatul Quran, Musabaqah Tafsiril Quran atau MHH (Musabaah Hifzhil Hadits) dengan berbagai cabangnya yang khusus diperuntukkan bagi santri-santri pada pondok pesantren. Event-event yang diselenggarakan hendaknya dapat mencerminkan core bussenis direktorat. Jika selama ini kita mengenal MQK (Musabaah Qira`atil Kutub), Pospenas (Pekan Olahraga dan Seni Antar Pondok Pesantren Tingkat Nasional), dan PPSN (Pekan Pramuka Santri Pesantren), maka hendaknya kita bisa mengevaluasi dan menawarkan even kegiatan yang benar-benar mencerminkan core bussenis direktorat.

Dalam kesempatan itu, muncul sejumlah gagasan terkait pengembangan program pendidikan diniyah dan pondok pesantren. Di antaranya perlunya melakukan Nota Kesepahaman antara Kementerian Agama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi terkait dengan penggunaan dana desa untuk peningkatan layanan pendidikan keagamaan Islam. Demikian juga perlu melakukan Nota Kesepahaman juga dengan instansi Kepolisian dan TNI terkait dengan pemetaan dan penanganan terhadap pesantren atau lembaga pendidikan keagamaan Islam yang radikal.

Di bagian akhir, Mohsen menegaskan bahwa ada sejumlah usulan kegiatan yang masih membutuhkan anggaran. Ini menjadi tantangan kita; dan kita harus dapat mencari jalan keluar atas tantangan itu. (swd/dod)


Tags: