Penyususnan Modul Pelatihan Guru dan tendik

Penyususnan Modul Pelatihan Guru dan tendik

Solo (Pendis) - Daerah khusus harus mendapatkan layanan yang seimbang dengan daerah lain pada umumnya. Begitulah kesimpulan arahan Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah, M Zain pada saat menyampaikan arahannya di hadapan para penulis modul pelatihan guru daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) di Solo, Kamis (27/7). 

Zain juga mengingatkan bahwa program ini dibuat dalam rangka mengurangi disparitas layanan pendidikan daerah 3T. Adanya data bahwa jumlah guru di daerah 3T yang jauh dari proporsional dibanding jumlah guru yang ada di perkotaan.

"Menurut survey World Band, bahwa dari 199 negara, posisi Indonesia berada pada ranking 130, posisi yang di atasnya Timor Leste dan Afrika Selatan. Mengapa demikian? Karena ada tiga faktor, masih adanya warga kita yang mengalami kemiskinan ekstrim, angka stunting pada beberapa daerah masih tinggi, dan layanan pendidikan yang kurang memadai," jelas Zain dengan gamblang.
 
"Pada konteks ini, sehingga kita harus memberi perhatian khusus pada wilayah 3 T," sambungnya.

Perlunya perhatian di daerah 3T ini juga ditegaskan oleh Anis Masykhur, Kasubdit Bina GTK MA/MAK. "Daerah 3T adalah Daerah yang Teristimewa, Terbaik dan Terinovatif," kata Anis Masykhur di sambutan pembukaan kegiatan "Review Modul Pelatihan Guru di Daerah 3T" yang diselenggarakan di Solo (25-28/08). 

Stereotyping daerah 3T yang cenderung negatif diubah oleh Anis Masykhur, Kepala Subdit Bina GTK MA/MAK yang juga Wakil Komponen 3 PMU REP MEQR, di hadapan peserta penyusun dan perumus modul penguatan guru dan tenaga kependidikan di wilayah tersebut. Ia menganjurkan untuk mulai menggunakan stereotype yang positif.

"Label adalah sekaligus potret cita-cita program ke depan," tegas Anis. 

Program Kementerian Agama yang didukung penuh dari REP MEQR menunjukkan bahwa negara hadir untuk mengistimewakan daerah-daerah yang serba kekurangan tersebut agar dapat berkreasi dan berinovasi lebih maksimal. "Tidak ada alasan untuk daerah tersebut untuk tidak maju hanya dikarenakan infrastrukturnya," arah Anis dengan tegas.

Kegiatan kali ini merupakan pertemuan yang ketiga untuk memfinalkan pedoman teknisnya. Penguatan GTK Madrasah di daerah 3T harus masuk peta jalan yang di dalamnya ada rumusan-rumusan strategi yang kreatif dan inovatif. 

Anis juga meminta kepastian bahwa dalam modul mendukung kebijakan dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Menurutnya, ia dapat menjadi jalan keluar karena guru menjadi lebih leluasa untuk mengekspresikan dirinya.

Ruang-ruang kemerdekaan guru harus masuk ke dalam sistem dan program penguatan ini. 
Anis mendorong agar di bagian akhir modul selalu diinformasikan contoh-contoh proyek yang mengoptimalkan peran guru dalam memperkuat karakter peserta didik.

"Guru diwajibkan memberikan inspirasi dalam membuat proyek P5-PPRA yang bersentuhan dengan masalah riil yang dihadapi masyarakat," jelasnya.

Guru dapat menginfokan beberapa proyek kreatif, misalkan mengatasi persoalan air bersih, hawa panas, mewujudkan udara bersih, listrik, penyuburan lahan atau tanah, pupuk, pestisida, deteksi makanan bergizi tinggi, deteksi penyakit, deteksi najis, dan lain-lain.

Guru harus terbina ketrampilannya dalam melakukan asesment awal, menggunakan aneka pendekatan pembelajaran yang mampu memperkuat kompetensi abad 21, yakni critical thinking, creative thinking, colaborative dan communicative. 

Guru harus memiliki perspektif bahwa pembelajarannya harus berorientasi kepada siswa, guru juga harus mengakomodasi keanekaragaman kecerdasan, dan proses pembelajaran harus kontekstual. Ini adalah sebagian ciri dari pembelajaran yang berparadigma merdeka belajar-merdeka mengajar. 

Forum penyusunan modul penguatan guru di daerah 3T ini dihadiri oleh tim penyusun modul yang terdiri dari guru senior, pengawas dan praktisi pendidikan lainnya.