Jakarta (Kemenag) --- Kementerian Agama Republik Indonesia menegaskan bahwa pendidikan agama dan keagamaan merupakan inti dari sistem pendidikan nasional, bukan sekadar pelengkap. Penegasan ini disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno, dalam rapat koordinasi bersama pimpinan unit eselon I Kemenag yang membahas strategi dan sikap terhadap draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
Suyitno menyampaikan bahwa pendekatan omnibus law dalam penyusunan RUU Sisdiknas memang bertujuan menyederhanakan regulasi, namun berisiko menghilangkan kekhasan lembaga yang memiliki fungsi keagamaan seperti Kementerian Agama.
“Ciri khas pendidikan agama dan keagamaan harus tetap dijaga. Kementerian Agama tidak bisa disamakan begitu saja dengan kementerian lain, karena memiliki kekhususan dalam fungsi dan peran,” ujarnya di Jakarta, Kamis (10/4/2025).
Dalam rapat tersebut, seluruh pimpinan eselon I Kemenag menyampaikan pandangan senada. Mereka sepakat bahwa RUU Sisdiknas harus menjamin eksistensi dan keberlanjutan satuan pendidikan keagamaan, seperti madrasah, pesantren, dan pendidikan tinggi keagamaan, yang selama ini berkontribusi besar dalam pembangunan karakter bangsa dan integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum.
Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM), M. Ali Ramdhani, juga menyoroti pentingnya kejelasan nomenklatur dan klasifikasi jenjang pendidikan dalam RUU tersebut. Menurutnya, pendidikan agama dan keagamaan harus memiliki posisi yang setara dengan pendidikan umum, termasuk dalam aspek penganggaran dan kebijakan pembiayaan.
“RUU ini harus memberikan pengakuan eksplisit terhadap jenis dan jenjang pendidikan keagamaan. Tanpa itu, keberagaman sistem pendidikan nasional kita akan terancam hilang,” ujar Ramdhani.
Kementerian Agama berkomitmen untuk terus mengawal proses pembahasan RUU Sisdiknas agar tidak mengabaikan keragaman dan kekayaan sistem pendidikan di Indonesia.
“Pendidikan keagamaan adalah bagian integral dari pendidikan nasional. Ia bukan pinggiran, tapi pusat dari proses pembentukan karakter bangsa,” tegas Suyitno.
Bagikan: