Jakarta (Kemenag) – Upaya membangun ekosistem pendidikan yang berintegritas dan bebas dari praktik korupsi terus digelorakan. Dalam konferensi pers peluncuran Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 pada Kamis (24/4/2025), sejumlah kementerian dan lembaga menyatakan komitmennya untuk memperkuat tata kelola pendidikan yang bersih dan transparan. Salah satunya datang dari Kementerian Agama RI yang menegaskan pentingnya transformasi pendidikan keagamaan melalui pendekatan Sufistik dan kearifan lokal.
SPI Pendidikan 2024 mencatat Indeks Integritas Pendidikan Nasional berada pada angka 69,50 atau pada level korektif yang menunjukkan adanya perbaikan, namun masih perlu penguatan dalam implementasi dan pengawasan nilai-nilai integritas.
“Angka ini adalah cermin kejujuran kita. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan,” ujar Ketua KPK, Setyo Budiyanto. Ia menekankan tiga dimensi utama yang perlu diperbaiki: karakter individu, ekosistem pendidikan, dan tata kelola kelembagaan.
Menteri Dikdasmen, Abdul Mu’ti, menyambut baik hasil survei dan menegaskan pentingnya pendidikan nilai sejak dini. “Kami tengah menyiapkan pendekatan pembelajaran mendalam yang akan diterapkan mulai tahun ajaran 2025/2026. Murid tidak hanya memahami secara kognitif, tapi juga menanamkan nilai sebagai bagian dari kepribadian,” jelasnya.
Sementara itu, Wamen Dikti Saintek, Stella Christie, menyoroti peran data sebagai dasar transformasi kebijakan di perguruan tinggi. “Tanpa data, kita akan sulit tepat sasaran. Maka pengukuran efektivitas pendidikan antikorupsi menjadi kunci,” ujarnya. Ia juga menyampaikan bahwa Kemendikti tengah merevisi regulasi dan memperkuat sistem agar seluruh layanan administrasi kampus lebih efisien dan antikorupsi.
Dirjen Pendidikan Islam, Amien Suyitno, menyampaikan bahwa pendidikan keagamaan tak cukup lagi sekadar berorientasi pada fikih, aspek halal-haram, atau pengetahuan akademik semata.
“Sudah saatnya pendidikan keagamaan diarahkan tidak hanya lewat pendekatan legal-formal, tapi juga menyentuh sisi batin manusia. Pendekatan sufistik dan local wisdom, seperti nilai pamali dalam budaya kita, harus dikedepankan agar membentuk karakter yang kuat,” tegas Amien.
Pendekatan sufistik, lanjutnya, memberi ruang bagi penguatan nilai kejujuran dan integritas dari dalam diri, bukan sekadar melalui larangan atau aturan tertulis. “Kalau hanya larangan, orang akan mencari celah. Tapi kalau dari hati, dari kesadaran batin, maka karakter akan tumbuh,” ujarnya.
Kementerian Agama juga telah menerapkan langkah konkret melalui digitalisasi sistem pengelolaan dana madrasah lewat aplikasi ERKAM. Sistem ini membuat tata kelola anggaran menjadi lebih transparan dan akuntabel. “Kebocoran hampir tidak ada karena semua terekam digital dan terbuka,” jelasnya.
Peluncuran SPI 2024 menandai langkah besar dalam pendidikan karakter di Indonesia. Tidak hanya membangun siswa yang cerdas secara akademik, tapi juga berakhlak kuat, jujur, dan tangguh secara moral. Dengan pendekatan sufistik dan lokal, pendidikan Indonesia siap melahirkan generasi yang tak hanya tahu, tapi juga mampu menjaga nilai.
“Antikorupsi bukan cuma soal hukum, tapi soal nurani. Dan pendidikan keagamaan harus jadi penjaga utama nurani bangsa,” pungkas Amien Suyitno.
Bagikan: