Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, M. Arskal Salim GP dalam penutupan Rapat Koordinasi Ketatalaksanaan Zona Integritas (ZI) tahun 2025
Bandung (Kemenag) – Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, M. Arskal Salim GP, menegaskan pentingnya percepatan peningkatan kualitas layanan dan tata kelola di madrasah serta Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Dalam penutupan Rapat Koordinasi Ketatalaksanaan yang membahas hasil penilaian pendahuluan Zona Integritas (ZI) tahun 2025 di Grand Tjokro Hotel, Bandung, ia menyoroti masih adanya tantangan besar yang harus diselesaikan.
"Kita belum sepenuhnya keluar dari jebakan rutinitas. Masih ada aspek penting yang belum terselesaikan dengan baik, seperti Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAP), Pengaduan Masyarakat (DUMAS), dan berbagai persoalan keuangan," ujarnya di Bandung pada Kamis (27/2/2025) malam.
Ia menambahkan bahwa sejumlah temuan di madrasah sering kali berulang dan belum terselesaikan. Hal ini, menurutnya, bisa disebabkan oleh kurangnya pemahaman atau adanya faktor lain yang menghambat penyelesaiannya.
Tahun ini, terdapat 41 satuan kerja yang menjadi perhatian dalam penilaian Zona Integritas, terdiri dari 4 PTKIN dan 37 madrasah. Arskal berharap agar setidaknya ada satu atau dua perguruan tinggi yang bisa lolos dalam penilaian ini, meskipun tantangan terbesar masih berada di tingkat PTKIN karena tingginya jumlah pengaduan yang masuk.
"Madrasah memiliki potensi besar untuk berkembang. Kita bisa melihat contoh dari Madrasah di Malang yang berhasil menunjukkan peningkatan signifikan dalam kompetisi di tingkat wilayah," tuturnya.
Arskal menekankan bahwa capaian ini harus dikomunikasikan dengan baik kepada pemangku kepentingan agar publik memahami progres yang telah dicapai. "Meskipun kita masih merasa berjalan di tempat, informasi ini perlu disampaikan dengan baik," katanya.
Untuk memastikan kesiapan 41 satker yang lolos penilaian pendahuluan, ia mendorong adanya self-assessment sebelum proses evaluasi lebih lanjut dilakukan. Pendekatan ini, menurutnya, harus melibatkan pihak eksternal guna mendapatkan hasil yang lebih objektif, seperti dalam akreditasi program studi yang menggunakan asesor eksternal.
Selain itu, Arskal menyarankan agar pihaknya melakukan perbandingan dengan kementerian atau institusi lain yang telah berhasil mencapai predikat Zona Integritas. "Kita perlu melihat bagaimana mereka bisa sukses, agar kita juga bisa mengadopsi strategi yang tepat," imbuhnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa indikator dan persyaratan ZI sudah jelas, sehingga semua pihak harus memahami dan mengimplementasikannya dengan baik. Dengan sisa waktu sekitar dua bulan sebelum evaluasi akhir, ia mendorong agar perbaikan dilakukan secara maksimal, terutama dalam aspek sarana prasarana, pelayanan publik, dan komunikasi informasi.
Arskal juga menyoroti bahwa daerah dengan sektor pariwisata seperti Yogyakarta dan Bali cenderung lebih unggul dalam pelayanan dibanding daerah industri. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya menyesuaikan strategi peningkatan layanan di setiap unit kerja.
"Meskipun progres kita masih terlihat stagnan, kita tidak boleh menyerah. Pimpinan harus lebih transparan dalam menilai dan memperbaiki kekurangan yang ada. Membangun budaya Zona Integritas bukanlah hal yang mudah, tetapi ini harus dilakukan secara berkelanjutan," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Tim OKH Ditjen Pendidikan Islam, Muhammad Syarif, dalam laporannya menyampaikan bahwa Rapat Pleno Penilaian Pendahuluan ZI ini telah menghasilkan data final terkait evaluasi terhadap 118 satuan kerja madrasah dan PTKIN. Dari jumlah tersebut, 41 satker dinyatakan lolos dan akan segera diusulkan ke Tim Penilai Internal (TPI) untuk tahap penilaian lebih lanjut.
Selain itu, dalam rakor ini juga telah dilakukan koordinasi untuk persiapan survei mandiri terhadap satker pilot project ZI. Survei yang akan dilakukan meliputi Survei Persepsi Kualitas Pelayanan (SPKP) dan Survei Persepsi Anti Korupsi (SPAK), yang menjadi salah satu faktor penentu apakah satker layak mendapatkan predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) atau Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
"Koordinasi persiapan survei telah dilaksanakan dengan melibatkan Biro Organisasi dan Tata Laksana serta seluruh satker yang lolos penilaian pendahuluan," ungkap Syarif.
Ke depan, Tim OKH Ditjen Pendidikan Islam akan terus berkoordinasi dengan Tim Penilai Internal dan satker pilot project untuk mempersiapkan penilaian internal. "Langkah ini dilakukan agar capaian ZI di lingkungan Ditjen Pendidikan Islam bisa terus dioptimalkan," pungkasnya.
Bagikan: