"Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan." Paragraf pertama Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menunjukkan ketidaksetujuan atas penjajahan, artinya bahwa kemerdekaan sesungguhnya adalah hak asasi manusia. Hak dasar kemerdekaan tersebut menjadi inspirasi lahirnya kurikulum merdeka yang mendorong pendidikan manusia Indonesia merdeka pula dalam cara mengajar, cara belajar, cara mendidik, dan cara membimbing guru-guru kepada muridnya.
Lalu di paragraf kedua, dari kemerdekaan bangsa Indonesia menyatakan dengan didorong keinginan luhur bahwa mulai detik itu agar bangsa Indonesia dapat berkehidupan kebangsaan yang bebas dalam suasana Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kemudian di paragraf berikutnya, capaian melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Maka, terang benderanglah tujuan besar bangsa Indonesia agar memenuhi hal-hal tersebut diatas, termasuk pula dalam bidang pendidikan dimana kurikulum merdeka diharapkan mampu mengakselerasi perjalanan ke titik yang dituju.
Dari UUD 1945 tersebut, diderivasikanlah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Oleh karena itu, dalam regulasi terbaca benang merah jelaslah kemana anak-anak bangsa ini harus diarahkan dan apa yang mesti dikembangkan dari dalam diri mereka.
Dikaitkan dengan apa yang wajib dikembangkan dalam dunia pendidikan, mengutip Dr. Zakiah Darajat bahwa potensi manusia itu terdiri dari tiga aspek yakni hati, akal, dan jasad. Atau, dalam kajian keilmuan umum lebih dikenal sebagai kemampuan afektif, kemampuan kognitif, dan kemampuan psikomotorik. Dengan berkembangnya ketiga potensi ini maka akan melahirkan sosok manusia Indonesia yang merdeka, sesuai tujuan UUD 1945 dan UU No.20 Tahun 2003, dimana sejatinya dengan berkembangnya ketiga potensi tersebut maka hak asasi terpenuhi sekaligus mampu menjadi manusia seutuhnya.
Manusia seutuhnya adalah manusia yang menyadari tugas dan fungsinya sebagai manusia Al Quran menyebutkan bahwa tugas manusia adalah mengabdi (beribadah) kepada Tuhan dalam posisi sebagai khalifah. Khalifah merupakan pemimpin di muka bumi, sebagai khalifah manusia memiliki tugas mengabdi kepada Tuhan dengan cara memimpin seluruh makhluk Tuhan di bumi untuk mengabdi kepada-Nya. Sejalan dengan konsep manusia merdeka, sesuai fitrahnya bahwa manusia merdeka adalah yang mampu melayani, mampu memimpin, mengayomi sesuai dengan cita-cita kemerdekaan yang mampu meraih tujuan besar bangsa Indonesia dan dalam dunia pendidikan mampu mengembangkan ketiga potensi dasar manusia Indonesia agar maksimal.
Atas dasar itulah, akhirnya, tugas pendidikan sebenarnya memanusiakan manusia. Adapun caranya dengan, pertama [afektif], mengembangkan ketiga potensi yang dimiliki agar menjadi manusia merdeka yaitu yang hatinya lembut, peduli dan penuh kasih. Kedua, [kognitif] yang dapat mengembangkan akalnya dan mampu menjadi anak-anak yang cerdas, cekatan, berilmu, mandiri, mampu menyelesaikan permasalahan hidupnya tanpa menggantungkan dirinya kepada orang lain. Dan dalam aspek psikomotorik, mengembangkan potensi fisik agar menjadi sehat, kuat, mandiri mengerjakan tugas dan bertanggungjawab.
Guna memenuhi tuntutan untuk memanusiakan manusia tersebut, pemerintah telah menyusun kurikulum yang diharapkan dapat mengakselerasi tujuan dimaksud. Sejak tahun 2004 hingga di kurikulum 2013 dan saat ini adalah kurikulum merdeka, memiliki garis linear pendekatan yang sama yakni pendekatan kurikulum berbasis kompetensi. Berbagai kurikulum yang telah diterapkan diatas, dalam pelaksanaannya terasa masih minim dimana anak-anak lebih banyak menerima perintah, arahan, harus begini dan begitu. Jika tidak menerima perintah maka hukumannya demikian dan keseluruhannya diatur dalam aturan lembaga pendidikan.
Namun sejak era kurikulum merdeka, mulai diujicobakan bagaimana mendidik anak-anak menjadi mandiri dan merdeka, diberikan keleluasaan untuk mengembangkan seluruh potensinya agar menjadi kompetensi. Maka, tugas guru adalah memberikan kesempatan atau memfasilitasi mereka dalam mengembangkan rasa kritis, keinginan mencoba, tidak takut akan pengalaman baru. Dengan demikian maka akan lahir ide-ide baru, perasaan yang lebih peka, dan kreativitas aksi yang bernas. Kemudian muaranya dimana anak didik tidak sekedar melaksanakan, tetapi juga memikirkan dan merencanakan serta mengevaluasi apa yang mereka ingin pelajari. Disinilah esensi merdeka belajar yang mesti menjadi perhatian para pengambil kebijakan di Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2023.
Sebagaimana diketahui bahwa kurikulum merdeka melakukan implementasi dengan basis pendekatan pembelajaran bukan pendekatan materi. Merdeka yang fokus pada pengembangan kompetensi dalam konteks kemerdekaan. Adagium tentang empat pilar dunia pendidikan yang menekankan (a) learning to know, (b) learning to do, (c) learning to be, (d) learning to life together. Kesimpulannya, pembelajaran merdeka menjadi lebih bermakna sesuai cita-cita founding fathers dan sekolah menjadi tempat persemaian benih-benih tumbuhnya nilai-nilai tujuan kebangsaan dan kebudayaan Indonesia. Merdeka!.
Editor : Syamsudin Prasetyo
Bagikan: