Jakarta (Kemenag) – Dalam upaya menciptakan generasi emas Indonesia pada 2045, pemerintah tengah menghadapi tantangan besar dalam menurunkan angka stunting dan kekerasan terhadap anak-anak. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes RI, Lovely Daisy, pada Talkshow acara Launching Piloting Program Pengembangan Anak Usia Dini Holistic-Integratif (PAUD HI), menegaskan pentingnya kesehatan dan pemenuhan gizi sejak dini untuk mendukung peningkatan Human Capital Index (HCI) Indonesia, dengan target mencapai 0,73 pada 2045. Berdasarkan data, prevalensi stunting di Indonesia masih berada pada angka 21,5% dan diharapkan dapat ditekan hingga 5% pada 2045.
"Perkembangan otak anak sangat pesat di dua tahun pertama, mencapai 70-80% otak dewasa pada usia dua tahun. Oleh karena itu, penerapan pola makan gizi seimbang menjadi kunci dalam mencegah stunting sejak dini," ungkap Lovely di Jakarta pada Kamis (14/11/2024).
Beliau mengimbau pentingnya kebiasaan sarapan bergizi serta menghindari konsumsi makanan tinggi garam, gula, dan bahan penyedap. Direktur Gizi juga menyarankan contoh menu yang cocok untuk anak-anak usia PAUD, seperti nasi goreng ayam dengan udang dan sayuran, tahu krispi, serta buah segar. Menurutnya, sekolah berperan besar dalam memastikan penyediaan makanan sehat serta lingkungan sanitasi yang bersih, selain terus memantau pertumbuhan anak-anak dengan kolaborasi bersama Puskesmas setempat.
Di sisi lain, masalah keamanan dan kenyamanan lingkungan belajar menjadi perhatian utama. Ahli Gizi dan Pendidikan dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Maila Dinia Husni Rahiem, dalam sesi yang sama, menyoroti pentingnya lingkungan aman di madrasah untuk mencegah bullying dan kekerasan. Data dari UNICEF dan WHO menunjukkan bahwa satu dari tiga anak di seluruh dunia mengalami bullying, dengan dampak buruk pada kesejahteraan mental dan fisik mereka. Di Indonesia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat lebih dari 2.000 kasus kekerasan terhadap anak setiap tahunnya.
Maila Dinia mengungkapkan bahwa korban bullying cenderung mengalami depresi, kecemasan, bahkan penurunan prestasi akademik. "Untuk menciptakan lingkungan yang aman, diperlukan kolaborasi antara guru, orang tua, dan masyarakat dalam mendukung program anti-bullying. Kebijakan tegas di sekolah dengan layanan konseling serta pelatihan bagi guru dan siswa perlu diperkuat," ujar Maila Dinia.
Ia juga menambahkan bahwa guru harus lebih jeli mengenali tanda-tanda korban bullying, seperti perubahan suasana hati, gangguan tidur, atau penurunan prestasi. Dengan kolaborasi semua pihak dalam menjaga asupan gizi serta keamanan lingkungan sekolah, Indonesia optimis menciptakan generasi yang sehat, cerdas, dan berdaya saing.
Bagikan: