Jakarta (Pendis) --- Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Ditjen Pendidikan Islam Kemenag menggelar Training of Trainer (ToT) pendidikan inklusif berbasis gender. ToT diberikan kepada para Fasilitator Nasional (Fasnas) dalam rangka meningkatkan kualitas Madrasah Penyelenggara Pendidikan Inklusif berbasis Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI) yang bekerjasama dengan INOVASI dan Froum Pendidik Madrasah Inklusif (FPMI).
ToT Seri 4 dengan tema "Identifikasi Fungsional pada Madrasah Penyelenggara Pendidikan Inklusif berbasis GEDSI melalui Instrumen Profil Belajar Siswa (PBS)" ini digelar secara daring, Rabu (28/7/2021).
Dalam sambutannya, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Rohmat Mulyana Sapdi, mengatakan bahwa pendidikan inklusi merupakan kewajiban pemerintah dalam memberikan layanan kepada orang-orang yang memiliki kebutuhan secara khusus.
"Secara hakiki, pendidikan harus melayani kebutuhan individu. Artinya, idealnya setiap individu harus dilayani guru yang sesuai potensi yang dimiliki oleh anak itu," ujarnya.
Dikatakan Rohmat, upaya untuk melakukan identifikasi secara kolektif melalui instrumen yang didesain teman-teman INOVASI yang ditujukan untuk mencari jalan keluar yang sangat bagus, sehingga kita dalam melakukan tindakan dalam pendidikan tidak menduga-duga, namun berdasarkan fakta, dan realitas yang dialami oleh anak.
“Saya kira dalam pendidikan, pemecahan kesulitan belajar yang dialami oleh anak adalah upaya dari pendidikan itu sendiri. Program ToT bagi pengelola madrasah inklusi ini harus sinergi antara Direktorat GTK Madrasah dan Direktorat KSKK Madrasah,” pungkasnya.
Narasumber dari INOVASI, Said Jufri, memaparkan, bahwa banyak hal dalam materinya tentang Profil Belajar Siswa (PBS). Menurutnya, ragam penyandang dapat dilihat dalam Kebijakan UU 8/2016 Penyandang Disabilitas/PP 13 tahun 2020 Akomodasi Layak khususnya Bab II Ragam Penyandang Disabilitas pada Pasal 4 ayat 1 dan 2.
"Jadi jelas-jelas regulasi membatasi pelabelan, dan meletakkan ketunaan atau posisi label-label, seperti misalnya anak ini autis, anak ini tuna daksa, semua itu tidak dibenarkan lagi dalam undang-undang. Namun, secara medis memang agak berbeda," jelasnya.
Menurut Jufri, bahwa PBS atau Profil Belajar Siswa, di dalamnya ada instrument yang memuat informasi siswa tentang beberapa aspek. Mulai dari identifikasi kesulitan fungsional, kebutuhan alat bantu, pergerakan di lingkungan sekolah, kelebihan/potensi/kemampuan, kebutuhan pendamping, informasi lain, informasi kesehatan/medis dan kesimpulan sementara dan tindak lanjut.
“PBS digunakan sebagai alat verifikasi selama pendataan masih menggunakan Permediknas sebagai dasar kebijakan pelaksana/Operasional, PBS terus mengalami perbaikan guna mendapatkan validasi data tentang peserta didik penyandang disabilitas,” jelas Jufri.
Untuk memahami Panduan Guru dalam Identifikasi kesulitan Fungsional, lanjut Jufri, ada beberapa aspek dan tingkat kesulitan. Aspek-aspek itu meliputi penglihatan, pendengaran, motorik kasar, motorik halus, berbicara, intelektual/kemampuan berpikir, membaca atau disleksia, perilaku, perhatian, sosialisasi dan emosi. (Herman/My)
Bagikan: