Garut (Pendis) - Dalam upaya meningkatkan pendidikan moderasi beragama di Indonesia, Direktorat Kurikulum Sarana Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Ditjen Pendidikan Islam menggelar agenda bertajuk "Penguatan Kurikulum Pendidikan Moderasi Beragama di Madrasah" di Garut (08/08/2023).
Agenda ini dihadiri oleh Penasehat DWP Kementerian Agama RI Eny Yaqut Cholil Qoumas, Ketua DWP UP Ditjen Pendidikan Islam Hilda Ali Ramdhani, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Muhammad Ali Ramdhani, Direktur KSKK Madrasah Moh. Isom, Direktur Pendidikan Agama Islam Amrullah, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Barat Ajam Mustajam beserta para tokoh sesepuh dan perwakilan pemerintah, yang bersama-sama mendiskusikan urgensi moderasi beragama dalam masyarakat yang majemuk.
Tokoh sesepuh Garut, Prof. Dr. Hj. Ummu Salamah, menggarisbawahi pentingnya moderasi beragama dalam konteks Indonesia yang beragam.
"Moderasi beragama sangat penting karena Indonesia adalah negara yang masyarakatnya sangat religius dan majemuk meskipun bukan negara berdasarkan agama tertentu, masyarakat kita sangat lekat dengan kehidupan beragama," ujar Prof. Ummu Salamah.
Guru besar asal Garut ini juga menyoroti peran moderasi beragama dalam menciptakan keseimbangan dalam kehidupan bangsa.
“Dengan adanya moderasi beragama, diharapkan dapat terwujud kehidupan yang indah dengan sikap saling menghargai dan menghormati, menuju masyarakat yang damai, aman, dan tenteram,” tambahnya.
Ummu Salamah menggambarkan moderasi dan kearifan lokal sebagai dua aspek penting dalam kehidupan, namun mengakui bahwa keduanya mulai tergerus di tengah era globalisasi dan modernisasi.
Ummu Salamah mengambil analogi pisau bermata dua untuk menyampaikan konsep ini.
“Perkembangan pengetahuan dan teknologi memiliki dampak positif, di sisi lain juga dapat melemahkan eksistensi moderasi beragama dan kearifan lokal,” kata Ummu.
“Kearifan lokal di setiap daerah dapat menjadi kekuatan untuk memperkuat moderasi beragama dan melestarikannya,” tandasnya.
Dalam konteks Jawa Barat, Prof. Ummu Salamah mencatat bahwa nilai-nilai moderasi beragama dapat ditanamkan melalui nilai-nilai dalam filosofi adat Sunda, yaitu silih asah, silih asih, dan silih asuh.
Ia menjelaskan makna dari ketiga prinsip tersebut sebagai saling mencerdaskan kualitas kemanusiaan, saling mengasihi dengan segenap hati, dan saling menghormati dan hidup dalam harmoni.
Selanjutnya, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Muhammad Ali Ramdhani, yang akrab disapa Ramdhani, menyampaikan arah visi pemerintah dalam mempersiapkan generasi penerus yang memiliki jiwa kepemimpinan.
Ramdhani menguraikan terdapat tiga ramalan masa depan Indonesia yang dikeluarkan oleh World Bank, McKinsey dan Bappenas. Ketiga lembaga tersebut menggunakan pendekatan metodologi yang berbeda, dengan sumber data yang berbeda namun menyimpulkan hal yang sama, dimana pada tahun 2045 Indonesia akan merayakan Indonesia emas dan kekuatan ekonomi berada pada posisi kelima.
Selain itu, untuk menuju Indonesia Emas 2045 juga diperlukan penguatan moderasi beragama yang harus hadir untuk menjadikan insan berada dalam kehidupan yang harmoni, mengingat pada dimensi awalnya agama datang untuk mempertautkan jiwa dan cinta diantara kita.
“Tetapi belakangan agama menjadi sekat pembeda antar insan manusia. Dulu agama datang untuk menghancurkan berhala tetapi kini agama menjadi berhala. Orang memuja agama tetapi tidak melakukan ajaran keagamaan, dia mengaku dirinya sebagai orang yang paling beriman tetapi perilakunya jauh dari nilai nilai keimanan,” ungkap Ramdhani.
Ramdhani menyoroti pentingnya moderasi agama dalam mencapai harmoni sosial. Ia mengingatkan bahwa dalam dimensi awalnya, agama hadir untuk mempertautkan jiwa dan cinta antar manusia. Namun, ia juga mencatat bahwa dalam beberapa kasus, agama bisa menjadi pemisah.
“Hakikat dasar moderasi beragama sebagai upaya mengembalikan nilai-nilai keagamaan pada ruh keagamaan yang sejati,” tambahnya.
Guru besar UIN Bandung ini menegaskan bahwa moderasi beragama seharusnya memperkuat nilai-nilai keagamaan yang bermuara pada sikap saling menghormati, mengajak, membina, dan mencinta.
“Agama hadir untuk memberikan pencerahan dan kesejukan jiwa, bukan melalui kekerasan,” lanjut Ramdhani.
Dalam konteks pendidikan, Ramdhani menegaskan pentingnya memadukan wawasan kearifan lokal dan moderasi Islam dan para siswa madrasah memiliki peran besar dalam merawat dan mengembangkan moderasi beragama.
Oleh karena itu, lanjut Ramdhani, perlunya mengajarkan nilai-nilai moderasi beragama secara baik dan benar agar mampu membentuk generasi penerus yang berkarakter harmoni.
Kementerian Agama, melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, berkomitmen menghadirkan agama yang ramah dan mencintai sesama manusia.
“Nilai-nilai agama masa depan harus menyebarkan kebaikan dalam kehidupan dan menjunjung tinggi nilai penghargaan terhadap sesama,” tandasnya.
Ramdhani mengakhiri pidatonya dengan mengajak semua pihak untuk membangun agama masa depan dengan landasan moderasi beragama yang menjunjung esensi agama dan harmoni sosial.
Kegiatan "Penguatan Kurikulum Pendidikan Moderasi Beragama di Madrasah" ini memberikan momentum untuk memahami pentingnya pendidikan moderasi beragama dalam menciptakan generasi muda yang mencintai tanah air, harmoni, dan toleransi.
Diharapkan, langkah-langkah seperti ini akan terus diperkuat demi mewujudkan masyarakat yang damai dan bermartabat.
Bagikan: