Bogor (Pendis) – Kementerian Agama melalui Direktorat KSKK Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam mengadakan Kegiatan Evaluasi Implemetasi Pengelolaan BOS Madrasah tahun 2022. Tujuan dari kegiatan ini adalah ingin mengetahui sejauh mana pengelolaan BOS Madrasah baik yang di madrasah negeri maupun swasta sehingga menjadi bahan masukan rencana implementasi BOS Majemuk di madrasah.
Narasumber yang dilibatkan berasal dari Bappenas, DJA & DPJB Kemenkeu dan Itjen Kementerian Agama. Tak lupa panitia juga menghadirkan narasumber dari Kemenko PMK yang memaparkankan materi terkait dengan evaluasi pelaksanaan BOS Majemuk di Sekolah. Ini penting untuk menjadi pelajaran bagi Direktorat KSKK. Lesson learnt ini akan menjadi bahan masukan rencana implementasi BOS Majemuk di tahun pertama bagi madrasah.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Muhammad Ali Ramdhani memberikan arahan terkait dengan pengelolaan BOS di madrasah. Didampingi oleh Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama, Papay Supriatna, beliau menyiampaikan 3 hal.
“Pertama, terkait dengan daya serap. Saya mengajak JFT/Subkor untuk memaksimalkan dan memanfaatkan dengan baik dana BOS Madrasah untuk menghadirkan layanan pendidikan yang terbaik bagi anak bangsa” ucap mantan Direktur Pascasarjana UIN Sunan Gunung Jati Bandung ini.
Namun, akselerasi pemanfaatan anggaran BOS tidak boleh menanggalkan aturan main yang ditetapkan. Pembelanjaan madrasah harus relevan dengan kebutuhan dan sesuai dengan peraturan peruntukannya.
Kedua, ia melanjutkan bahwa yang tak kalah penting adalah tentang kebijakan BOS Majemuk. Menurutnya, BOS Majemuk yang sudah menetapkan indeks kemahalan suatu lokasi menjadi pertimbangan bagi pemberian BOS.
“Semoga bapak - ibu menangkap dan mengukur dengan menggunakan instrumen yang ada sehingga tidak ada kegaduhan karena urusan angka yang berbeda-beda. Sesungguhnya kekuatannya sama, kekuatan daya belinya sama. Tapi karena persoalan kemahalan indeks sebuah lokasi di mana madrasah kita ada” terang pria kelahiran Garut ini.
Ia berharap bahwa komposisi penggunaan dana BOS tidak diinvestasikan pada barang habis pakai, tapi diinvestasikan pada sesuatu yang bisa digunakan secara kontinyu. Barang yang bisa digunakan terus menerus seperti Smart TV. Sehingga anak-anak madrasah kita lebih familiar pada dunia teknologi.
“Kalau anak kita tidak dikenalkan dengan dunia teknologi sejak dini, dikhawatirkan nantinya alumni madrasah seakan tidak boleh ada pada pojok-pojok kemajuan. Sedangkan anak-anak kita ini harus berada dalam mainstream” imbuh guru besar UIN Bandung.
Poin Ketiga, ia menghimbau agar tidak boleh cepat mengambil keputusan terkait kewajiban penerapan e-RKAM pada tahun 2023. Ditjen Pendidikan Islam mempunyai proyek EDM (evaluasi diri madrasah) dan e-RKAM (rencana kerja dan anggaran madrasah berbasis elektronik), yang itu akan menjadi model penyaluran anggaran.
Selama ini, madrasah mengambil keputusan pembelanjaan itu suka-suka. Dengan EDM, pengajuan penggunaan dana BOS itu riil sesuai kebutuhan yang mendesak dari madrasah. EDM adalah salah satu alat untuk meyakinkan bahwa apa yang direncanakan madrasah itu rasional. EDM itu memuat beberapa isu terkait dengan madrasah yang kemudian diangkakan dalam e-RKAM.
Dirjen mengajak semua peserta untuk bekerja lebih ekstra. Pendekatan kita pada madrasah adalah pendekatan yang harmoni, memecut tanpa menekan.
“Kita akan mencoba memaksa tanpa orang merasa terpaksa, tapi orang tergerak hatinya. Dan tahun 2024 semuanya akan bekerja by system” pungkasnya.
Acara yang berlangsung secara blended ini diselenggarakan selama 3 hari mulai tanggal 28 s.d 30 November 2022 di Hotel Salak The Heritage Bogor dengan melibatkan peserta JFT/pengelola BOS Madrasah di Kanwil Kemenag Provinsi, Itjen Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, dan Ditjen Pendidikan Islam sendiri. (HAS)
Bagikan: