Lamongan (Pendis) - Fenomena yang muncul akibat keberhasilan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), seorang alumni pesantren, dalam mencapai posisi penting dalam kepemimpinan negara, telah memberikan kesan yang kuat pada masyarakat.
Pernyataan ini disampaikan oleh Waryono A Ghafur, Direktur PD Pontren Ditjen Pendis Kementerian Agama, dalam acara Halaqah Ulama Nasional Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) yang diselenggarakan bekerja sama dengan Kementerian Agama di Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur, (12/07/2023)
Waryono menyatakan bahwa fakta bahwa seorang alumnus pesantren seperti Gus Dur dapat menjadi presiden, meskipun melalui proses politik yang rumit, memberikan dampak dan kesan yang kuat terutama pada orang-orang di luar pesantren.
"Hal ini menunjukkan kepada masyarakat bahwa orang-orang dari pesantren memiliki potensi untuk mencapai posisi strategis, terutama dalam kepemimpinan negara," ungkapnya,
Profesor Waryono juga menyebutkan bahwa setelah keberhasilan Gus Dur, stigma negatif yang sebelumnya melekat pada orang-orang pesantren mulai berkurang. Orang-orang tersebut kini dengan bangga mengakui asal-usul mereka dari pesantren dan menceritakan pengalaman mereka selama tinggal di sana.
“Setelah itu, juga putra-putri kiai semakin banyak kemudian keluar dari pesantren untuk melanjutkan ke jenjang-jenjang pendidikan yang mungkin selama ini sangat sulit dijumpai, misal di UGM. Saya tahu, misalnya, putra-putri kiai banyak yang mengisi di Gajah Mada,” tambahnya.
Keberhasilan Gus Dur juga memberikan arti yang penting bagi masyarakat, yaitu bahwa orang-orang dari pesantren memiliki potensi untuk memasuki ruang-ruang yang sebelumnya dianggap tertutup bagi mereka.
"Bahkan, ada keluarga pesantren di Yogyakarta yang sekarang menjadi dosen di Universitas Ahmad Dahlan," kata Guru Besar UIN Sunan Kalijaga ini.
Waryono melanjutkan, dampak lainnya adalah semakin banyak anggota Nahdlatul Ulama (NU) yang terus belajar dan meraih gelar master dan doktor dengan latar belakang pesantren dan NU.
Undang-Undang Pesantren tahun 2019 juga dianggap sebagai berkah karena memberikan peluang bagi orang-orang pesantren untuk mengalami mobilitas vertikal yang terstruktur berdasarkan pengetahuan dan modal sosial yang telah mereka kembangkan.
Pria asal Jawa Barat ini juga mengungkapkan bahwa pesantren merupakan lembaga yang adaptif terhadap perubahan zaman. Untuk menghadapi tantangan lokal dan global, pesantren perlu memperkuat diri dalam tiga hal, yaitu keilmuan, modal (terkait dengan ekonomi), dan kekuatan jaringan.
"Pesantren telah membuktikan kemampuannya dalam menghadapi tantangan karena sepanjang pengamatannya, pesantren selalu mampu beradaptasi dengan perubahan," pungkasnya.
Bagikan: