Jakarta (Pendis) -- Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama RI menyayangkan atas kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak yang terjadi di Ponpes Al Minhaj Desa Wonosegoro Kecamatan Bandar Kabupaten Batang.
Pelecehan seksual pada santriwati di Pondok pesantren Al Mihaj diduga dilakukan oleh seorang pengasuh pondok yang terjadi sejak tahun 2019.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono Abdul Ghafur, menyampaikan keprihatinan atas kasus yang seharusnya tidak terjadi dilembaga yang semestinya menghargai hak dan martabat kemanusiaan tersebut.
Berkaitan hal itu, Waryono menyatakan pihaknya melalui Kementerian Agama setempat terus memantau dan melakukan pendalaman terhadap peristiwa memilukan itu dari segala aspek. Baik aspek hukum, aspek sosiologis, kelembagaan, dan terutama juga aspek pemenuhan hak-hak anak yang menjadi korban.
Dalam aspek kelembagaan, Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 1626 tahun 2023 telah mengatur bahwa lembaga terkait dapat diberikan sangsi jika terbukti lembaga telah abai dan terbukti tidak membangun moral dan karakter melalui keteladanan/panutan, membangun kecerdasan dan kompetensi keahlian santri, memberikan kasih sayang dan perlindungan dan pemenuhan hak santri sesuai dengan usianya.
Sangsi dapat diberikan mulai dari peringatan tertulis, pembekukan, sampai pada pencabutan ijin operasional atau Tanda Daftar Keberadaan Pesantren.
"Sesuai regulasi, jika pimpinan pesantren Al-Minhaj terbukti melakukan pencabulan, izin pesantrennya segera kita cabut," tegas Waryono di Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Terkait proses hukumnya, Waryono menyatakan kasus tersebut harus diusut tuntas. Pihak Kemenag senantiasa mencermati perkembangan kasus ini yang sedang didalami (Tahap Penyelidikan) oleh Polres Batang dengan tetap mengedepankan prinsip praduga tidak bersalah. Waryono yakin penegak hukum akan bertindak adil dalam melakukan penyelidikan terkait kasus tersebut.
Waryono menambahkan, hal yang juga penting dilakukan adalah proses penanganan dan pelindungan korban, dan ini harus dilakukan dengan melibatkan banyak stakeholders. Para pihak perlu memikirkan nasib korban, baik dari segi fisik, psikis, dan sosial. Misalnya, bagaimana masa depan pendidikannya?.
Lebih jauh, Waryono mengatakan, terkait tindak kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan keagamaan, termasuk pesantren, pihaknya selama ini telah melakukan sejumlah upaya, terutama ikhtiar dini sebagai bagian dari tindakan pencegahan dan upaya preventif.
Kemenag juga senantiasa menjalin koordinasi intensif dengan berbagai pihak. Seperti dengan Komisi Pelindungan Perempuan dan Anak (KPPA) dalam kampanye Pesantren Ramah Anak. Kampanye ini diwujudkan dalam berbagai upaya baik ditataran regulasi maupun aksi dilapangan demi terlaksananya perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak.
Bagikan: