Tangerang Selatan (Kemenag) — Kementerian Agama Republik Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam membangun ekosistem pendidikan pesantren yang unggul, relevan, dan berdaya saing. Tidak hanya memperkuat regulasi jenjang pendidikan tinggi pesantren seperti Ma’had Aly Marhalah II dan III, Kemenag juga menekankan pentingnya revitalisasi mutu pesantren secara menyeluruh melalui kurikulum yang adaptif dan berbasis tantangan zaman.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno, menegaskan bahwa pengembangan standar mutu pesantren harus mencakup penyusunan kurikulum yang fleksibel, capaian pembelajaran yang relevan, serta sistem penjaminan mutu yang akuntabel.
“Standar mutu ini harus adaptif dan bisa menjawab tantangan zaman. Kurikulum pesantren tidak boleh statis. Ia harus berbasis nilai, tetapi juga terbuka terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,” tegasnya dalam kegiatan strategis di Tangerang Selatan.
Suyitno juga menyoroti pentingnya perencanaan kelembagaan pesantren yang visioner—dengan penguatan struktur, pembagian peran yang jelas, serta peningkatan kapasitas SDM secara berkelanjutan. Baginya, kualitas lembaga tidak bisa dilepaskan dari ketangguhan organisasi dan visi jangka panjang yang konsisten.
Pemanfaatan teknologi, menurut Suyitno, merupakan pilar penting dalam proses digitalisasi standar mutu pesantren. Ia mendorong agar pesantren dapat memadukan referensi lokal dan internasional dalam merancang konten kurikulum yang kaya perspektif global, namun tetap berakar pada khazanah keilmuan Islam klasik.
Hal senada disampaikan pula dalam forum regulasi Ma’had Aly beberapa waktu lalu. Semangat revitalisasi dan lompatan kualitas menjadi benang merah dalam upaya menjadikan pesantren sebagai pusat keilmuan Islam yang mampu berdialog dengan peradaban dunia.
“Penguatan guru dan tenaga pendidik juga menjadi kunci. Kita butuh guru-guru yang terus belajar dan berkembang, karena merekalah penentu kualitas lulusan pesantren,” ujar Suyitno.
Kementerian Agama berharap revitalisasi ini tidak sekadar menjadi agenda struktural, tetapi menjadi gerakan kolektif untuk melahirkan pesantren-pesantren masa depan—yang tidak hanya unggul dalam keilmuan, tapi juga siap menyongsong era teknologi, kecerdasan buatan, dan kolaborasi global.
Bagikan: