Jakarta (Pendis) --- Klaster COVID-19 di Pondok Pesantren kembali muncul di sejumlah daerah dalam beberapa waktu terakhir ini. Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama atau Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) mencatat 207 ulama pengasuh pondok pesantren telah meninggal dunia karena terpapar virus corona (Covid-19). Sedangkan pada 22 November lalu, dilaporkan 48 santri di salah satu pesantren di Tasikmalaya, Jawa Barat terpapar COVID-19.
Bahkan pada Oktober, kasus serupa juga terjadi terhadap 340 kasus positif di Pondok Pesantren Tasikmalaya. Sementara 251 santri dan guru harus menjalani isolasi mandiri setelah terpapar COVID-19 di pondok pesantren Sukabumi per 12 November lalu. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag RI Waryono Abdul Ghafur mengungkapkan telah melakukan berbagai upaya dalam rangka meminimalisir penyebaran COVID-19 di lingkungan pesantren,diantaranya dengan melakukan kegiatan belajar mengajar secara daring.
Waryono mengungkapkan berbagai tantangan yang dihadapi pesantren apabila melakukan kegiatan pengajaran secara daring. “Tidak semua pesantren berlokasi di perkotaan, keterbatasan jaringan dan kuota internet ditambah santri berasal dari berbagai daerah yang tentu tidak sama dengan lingkungan sekolah biasa, jadi tidak mungkin kegiatan pembelajaran daring dapat diterapkan secara merata,” ungkapnya.
Waryono menambahkan, meskipun di beberapa wilayah terdapat klaster baru COVID di lingkungan pesantren, di sisi lain juga tingkat kesembuhan di pesantren juga tinggi. “Alhamdulillah, meskipun pesantren ini sebagian kena, namun tingkat kesembuhannya juga tinggi, ini berkat sikap pimpinan pesantren yang cepat dan terkoordinasi dengan gugus tugas setempat sehingga tidak ada santri yang meninggal dunia,” imbuhnya.
Doktor asal Cirebon ini juga mengatakan, hal tersulit yang diterapkan di pesantren adalah physical distancing. Mengingat kamar kamar santri yang dihuni oleh beberapa orang dan disiplin memakai masker. “Ini merupakan tugas berat, walaupun kyai sudah sering kali mengingatkan untuk menerapkan 3M dan bahkan tradisi makan bersama sudah ditiadakan walaupun sebelum pandemi tradisi tersebut menjadi kebiasaan sehari hari,” ujar Waryono.
Pondok pesantren juga terus melakukan berbagai pembenahan dalam rangka upaya mitigasi persebaran covid 19 di pesantren dengan melakukan protokol kesehatan yang ketat, selain itu Kementerian Agama juga telah memberikan bantuan melalui Bantuan Operasional Pesantren (BOP) untuk menyediakan fasilitas dan alat alat untuk penanganan COVID 19.
“Kemenag telah memberikan bantuan melalui BOP untuk penanganan COVID, dana bantuan ini dipergunakan untuk menyediakan wastafel dan hand sanitizer. Dan pesantren juga berbenah kalau tidak mengikuti protokol kesehatan tentunya resiko kematian akan semakin besar,” tukasnya.
Terakhir, Waryono mengatakan berdasarkan data Kementerian Kesehatan, 90 persen lebih pesantren sudah memiliki gugus tugas penanganan covid 19. Ini merupakan upaya pesantren dalam memberikan prioritas perhatian pada santri.
“Alhamdulillah, kami mendapat informasi dari Kemenkes, 90% lebih pesantren memiliki gugus tugas, ini artinya pesantren taat mengikuti protokol kesehatan yang berlaku. Pesantren juga sangat mengutamakan keselamatan santri, tidak akan mengorbankan santri demi mengaji,” tutup Waryono.
(Humas/WE)
Bagikan: