Yogyakarta (Pendis) - Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren terus mengupayakan pembenahan, penataan kelembagaan dan regulasi pendidikan diniyah formal (PDF) untuk memudahkan pendataan EMIS, karena akan berdampak pada kelancaran proses Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN) dan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) yang harus berbasis data riil, faktual dan reliabel. Selain siswa, ustadz atau tenaga pendidik diniyah dan pondok pesantren juga harus senantiasa diperhatikan mengacu kepada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
"Data 31 lembaga pendidikan diniyah formal yang sebanyak 31 PDF baru tersedia 14 data PDF. Adapun yang harus segera diisi antara lain adalah form kelembagaan dan form santri yang keduanya sudah termaktub dalam petunjuk yang telah ada," ujar Aziz Saleh, Person In Charge (PIC) data EMIS di Yogyakarta (16/09/16).
Posisi Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren diharapkan terus memantau pergerakan data satuan pendidikan diniyah formal karena salah satu kelemahan pesantren adalah seringnya keterlambatan pengiriman data dari jadwal yang telah ditentukan.
Dalam tahap verifikasi dan validasi data pondok pesantren diharapkan segera berkoordinasi dengan kantor wilayah kementerian agama setempat dengan disertai surat keputusan tugas dari yayasan/ satuan pendidikan diniyah formal, "ada beberapa kanwil yang mengaku tidak tahu di wilayahnya ada satuan kerja PDF yang telah di-SK-kan," tegas Aziz.
Senada dengan harapan akan urgennya data pendidikan diniyah dan pondok pesantren yang baik, Kasubdit Pendidikan Diniyah Ahmad Zayadi di Yogyakarta (16/09/16) dalam acara Peningkatan Mutu dan Kompetensi Tenaga Pendidik Diniyah Formal, menjanjikan akan terus mengupayakan pembenahan dan perbaikan terhadap status kelembagaan satuan pendidikan diniyah formal sebagai kerangka awal pendataan pendidikan Islam atau EMIS.
Ahmad Zayadi menerangkan bahwa data-data harus dipenuhi secara lengkap tanpa meninggalkan satu pun komponen yang tidak diisi. Hal ini dilakukan mengingat setiap komponen yang ada dibutuhkan untuk penataan regulasi. Sementara penjenjangan 14 satuan pendidikan diniyah formal yang sudah di-SK-kan sebelumnya memang tidak dibunyikan. Ke depan, hal tersebut akan diubah sesuai dengan perkembangan kebutuhan pendataan.
Meskipun saat ini ujian akhir nasional pada satuan pendidikan diniyah formal tidak diselenggarakan, pria lulusan UIN Walisongo Semarang ini mengingatkan bahwa penyusunan standar-standar mutlak diperlukan mengingat adanya regulasi yang mengatur, "selain itu NISN tetap diupayakan pada santri-santri luar negeri pasca dijadikannya pesantren sebagai destinasi pendidikan. Dengan mengganti NIK dengan nomor paspor perlu di-follow-up oleh para penyelenggara PDF dalam rangka mengakomodasi beberapa santri yang berasal dari luar negeri."
Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) juga mutlak diperlukan untuk mengantisipasi beberapa santri yang pindah ke satuan pendidikan diniyah formal lainnya di tengah jalan atau pindah ke jalur pendidikan lainnya seperti madrasah atau sekolah umum, "Direktorat PD Pontren perlu memperhatikan entry data untuk NISN yang memerlukan manual book bagi para pengguna maupun operator satuan PDF guna memudahkan proses pendataan santri melalui EMIS."
Zayadi juga menerangkan tentang kualifikasi tenaga pendidik di pondok pesantren, "terakhir terkait dengan kualifikasi guru PDF yang tidak memiliki ijazah S1 sebagaimana tercantum dalam UU Guru dan Dosen. Hal ini bisa diantisipasi dengan jalur kompetensi, yaitu misalnya dengan mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yangg masih menyisakan tarik ulur antara Kemenag dengan Kemdikbud terkait belum diterjemahkannya sesuai dengan perhitungan kompetensi. Misalnya, seorang ustadz yang telah menguasai kitab-kitab tertentu, secara kompetensi bisa disetarakan atau disamakan dengan S1 atau S2," terang Zayadi.
(sya/ra)
Bagikan: