Jakarta (Pendis) - Mantan Menteri Agama RI, Said Agil Husein Al-Munawwar, menyatakan bahwa Direktorat Pendiidkan Diniyah dan Pondok Pesantren sudah sangat layak untuk menjadi Direktorat Jenderal. Hal ini disampaikannya kepada seluruh dewan hakim, panitera, dan panitia MQK saat mengisi sesi Rapat Koordinasi Dewan Hakim Musabaqah Qira`atil Kutub (MQK) Tingkat Nasional VI Tahun 2017 di Hotel Golden Boutique, Jakarta, 13 s/d 15 November 2017.
Menurut Agil Husein Al-Munawwar, dilihat dari aspek tata birokrasi, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren sudah tidak layak lagi untuk setingkat eselon 2. "Perlu ditingkatkan menjadi Direktorat Jenderal. Jumlah pesantren saat ini berjumlah 28 ribu, jauh lebih besar dari jumlah lembaga pendidikan tinggi di Indonesia. Mahad Aly sudah mendapat pengakuan untuk menyelenggarakan progam S1 dan S2. Ke depan untuk S3. Ini merupakan perubahan yang sangat besar dan perlu kehadiran tata birokrasi yang baik," papar guru besar UIN Jakarta.
Ketika ia menjabat sebagai Menteri, yang pertama kali dilakukan adalah menata Ma`had Aly. "Dua hari ketika saya baru menjadi Menteri Agama, saya buat Dewan Masyayikh yang dipimpin langsung oleh almarhum KH. Sahal Mahfuzh. Dewan Masyayikh ini dilakukan untuk menata Ma`had Aly," kenang Said Agil Husein Al-Munawwar. Bahkan lebih dari itu, jika dirinya diperlukan untuk mendorong pondok pesantren untuk lebih baik maka ia siap hingga menghadap Presiden sekalipun.
Pada sesi lain, Said Agil menegaskan akan pentingnya menyelamatkan manuskrip karya ulama. "Keliru jika disebutkan yang diambil oleh Belanda itu hanya rempah-rempah saja, tetapi mereka juga mengambil makhtutah karya-karya ulama Nusantara," papar Agil Al-Munawwar. Dalam konteks ini, MQK penting dilakukan agar manusikrip-manuskrip itu terus dipelihara, dibaca, dan difahami. Ini semua merupakan bagian dari upaya membangun peradaban naskah ilmiah yang menjadi bahan kajian di pondok pesantren.
"Sekarang mulai ada isu tahrif (penyimpangan) terhadap kitab kuning. Ulama-ulama duhulu, meulis matan, syarah, hasyiyah, dan lain-lain untuk naskah-naskah tertentu dan itu merupakan bagian dari upaya dalam memelihara naskah itu dari tahrif," papar Agil Al-Munawwar. (swd/dod)
Bagikan: