Jakarta (Pendis) - Pejabat terutama di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) adalah pemegang amanah umat, negara dan agama. Untuk membangun pendidikan Islam di Indonesia, maka para pemegang kebijakan di Ditjen Pendis harus memperhatikan berbagai hal terutama dalam pendataan, perencanaan dan penganggaran. Demikian kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Sesditjen Pendis), Moh. Isom Yusqi, kepada para Kepala Seksi (Kasi) Pondok Pesantren - TOS (Tipe Organisasi Sejenis) Kantor Wilayah Propinsi se-Indonesia di Serpong-Banten, (15/03/2017).
"Sebagai pemegang amanah, pejabat harus memperhatikan masalah pendataan. Lemahnya Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Dit. PD-Pontren) ketika berhadapan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) adalah masalah pendataan yang tidak valid. Sering dijumpai double account dan double data, baik data sarana prasarana, santri/siswa, ustadz/guru, kelembagaan. Berbagai macam data tersebut juga sering saling beririsan satu dengan yang lainnya. Santri pondok pesantren didata juga sebagai TPQ, santri madrasah diniyah, santri muadalah, santri salafiyah (awwaliyah, wustha, dan ulya), dan seterusnya. Orangnya satu di data 7-10 hal," kata mantan Kasi Kurikulum pada Sub Direktorat Pendidikan Diniyah Dit. PD-Pontren ini.
Oleh karena itu sambung Isom, pada tahun 2017 ini seiring dengan adanya nomenklatur baru pada eselon III yaitu Bagian Data dan Sistem Informasi dan Hubungan Masyarakat, maka tahun 2017 adalah tahun pendataan. "Tahun pendataan bertujuan agar stakeholder pendidikan diniyah dan pondok pesantren teradvokasi di Bappenas dalam hal anggarannya," kata Sesditjen Pendis.
Ketika data itu valid, pendataannya bagus, lanjut Isom, maka akan berdampak pada perencanaan yang berkualitas. Jadi perencanaan base-on data yang valid. "Data valid pasti 90% menopang perencanaan yang bagus. Kalau perencanaannya bagus, maka 70% penganggarannya akan bagus. Jadi secara berurutan; pendataan, perencanaan dan penganggaran akan valid tidak berlebih dan tidak berkurang," kata mantan Kasi Penelitian Pada Subdit Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) pada acara yang diselenggarakan oleh Dit. PD-Pontren ini.
Dalam masalah penganggaran yang merupakan implikasi dari perencanaan ini, menurut guru besar IAIN Ternate kelahiran Surabaya ini, inilah fungsi dari para pejabat yang bisa menentukan kebijakannya dalam hal anggaran terhadap stakeholdernya. "Jangan sampai seorang pejabat tidak paham dengan RKA-KL (Rencana Kerja & Anggaran Kementerian Negara/Lembaga ) yang merupakan implementasi dari program/agenda pemerintah. Kalau pejabat tidak paham RKAKL berarti perencanaannya asal-asalan sehingga pelaksanaannya pun asal-asalan akhirnya pertanggungjawabannya pun asal-asalan juga," kata mantan Kasubdit Ketenagaan Diktis ini.
Berbicara mengenai pemeriksaan oleh instansi berwenang; BPK, Itjen (Inspektorat Jenderal) Kemenag RI dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), master dari IAIN Ar Raniry ini mengatakan bahwa pejabat juga harus siap dengan segala konsekuensinya. "Kalau agenda pemerintah dilaksanakan dengan buruk, maka setelah terjadi pemeriksaan dan dijumpai adanya temuan, maka maka siap-siap muncul akibatnya. Penyelidikan atau investigasi, penyidikan, kemudian dihadirkan di muka pengadilan dan diakhiri dengan penjatuhan sangsi berupa pidana dan penjara, maka runtutan kejadian ini harus benar-benar dijauhkan dari aparat Kementerian Agama," pesan Isom Yusqi akan "P" tadi (pendataan, perencanaan, penganggaran, pemeriksaan, penyelidikan, penyidikan, pengadilan, penjatuhan sangsi dan penjara). (vivanu/dod)
Bagikan: