Bogor (Pendis) - Pendidikan al Qur`an sangat urgen dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, oleh karena itu Sub Direktorat (Subdit) Pendidikan al Qur`an Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama (Kemenag RI) harus dikelola dengan baik. "Pendidikan al Qur`an yang digawangi oleh Kemenag RI harus terstandarisasi dalam hal pengajarannya agar tidak over lapping pada penjenjangan pada sekolah baik formal maupun non formalnya; MI/SD, MTs/SMP, MA/SMU maupun di perguruan tinggi umumnya," ucap Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Sesditjen Pendis), Moh. Isom Yusqi, di Bogor-Jawa Barat beberapa waktu yang lalu (11/04/2017).
Di hadapan para sejumlah pimpinan/pengasuh pesantrn tahfidz se-Nusantara dan Kepala Seksi (Kasi) Pendidikan al Qur`an kabupaten/kota se-Jawa Barat, pakar ilmu Hadis IAIN Ternate ini mengatakan bahwa terkait dengan program di Subdit Pendikan al Qur`an haruslah inovatif dan kreatif. "Dalam hal pendidikan di Taman Pendidikan al Qur`an (TPQ) misalnya, kurikulum sebagai pijakan/guidence pembelajarannya harus bagus sehingga manfaatnya bagi asatidz dan khususnya bagi para santri bisa dirasakan," kata guru besar IAIN Ternate ini.
Terkait dengan fenomena tahfidz al Qur`an yang lagi marak di tanah air, mantan Kepala Seksi (Kasi) Kurikulum pada Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren ini menginstruksikan agar dibuat kurikulum pembelajarannya sekaligus manajemen pengelolaannya. "Kurikulum tahfidz al Qur`an masih "terserah" pada pengasuh pesantren. Kurikulum tahfidz pada se-level madrasah formal misalnya, khatam bil ghoib, juz 30 ketika selesai Ibtidaiyah. Tsanawiyah ditambah 2 juz; juz 29 dan 28. Dan setelah aliyah ditambah juz 27, 26 dan 25 plus hafalan surat-surat penting. Jadi setelah selesai aliyah sudah dapat hafal 5 juz," ujar Isom yang pernah nyantri di pesantren salafiyah di Malang-Jawa Timur.
Menanggapi metode pembelajaran membaca al Qur`an juga banyak ragamnya di Indonesia dihadapan peserta Rapat Koordinasi Pendidikan al Qur`an, Sesditjen memerintahkan Subdit Pendidikan al Qur`an untuk mengumpulkannya sebagai referensi. "Himpun seluruh model pembelajaran al Qur`an misalnya Qiraati, Iqra, dann lain-lain sebagai ensiklopedi khazanah intelektual hasil inovasi dan kreatifitas para ulama, asatidz dan kyai kita dalam hal pembelajaran al Qur`an di tanah air yang tiada bandingnya di dunia. Di Timur Tengah dan Saudi Arabia saja tidak ditemukan aneka pembelajaran baca al Qur`an," cetus Isom Yusqi.
Terhadap positioning pendidikan al Qur`an untuk Pendidikan Agama Islam (PAI) pada sekolah formal TK/PAUD, SD, SMP dan SMU, hingga Perguruan Tinggi Umum (PTU), Sesditjen Pendis meminta kepada Kasubdit Pendidikan al Qur`an, Irhas Shobirin beserta seluruh jajarannya untuk dibuat juga standarisasinya. "TK/PAUD misalnya minimal bisa baca al Qur`an, makhorijul huruf dan tajwid-nya sedikit sedikit. Kemudian ketika SD baru dibenahi bacaan agar tartil dan fasih serta bisa khatam bi nadzor. Untuk SMP, ditambahi hafalan surat-surat pendek, juz 30. Dan untuk SMA ditambahi hafalan surat-surat penting; ar Rahman, Tabarok, al Waqi`ah, dan seterusnya. Dan untuk PTU-nya, menginjak ke terjemah al Qur`an. Itu untuk standar PAI," kata alumnus program Doktor UIN Syarif Hidayatullah ini. (@viva_tnu/dod)
Bagikan: