Jakarta (Pendis) - Lima tahun sudah tepatnya sejak tahun 2012, Sub Direktorat (Subdit) Pendidikan al Qur`an telah mengabdikan kepada masyarakat dalam "membumikan" al Qur`an. Dalam usia "pertumbuhan" ini, Subdit Pendidikan al Qur`an dituntut untuk mengakomodir segala hal yang berkaitan pendidikan al Qur`an di tanah air, termasuk di dalamnya berbagai khazanah intelektual hasil ijtihad para ulama, cendekiawan, santri yang marak bermunculan. "Metode pembelajaran dan cara membaca al Qur`an, metode menghafal al Qur`an dan metode memaknai al Qur`an yang ada sebagai hasil kreatifitas anak bangsa harus dikompilasi menjadi kekayaan intelektual orang Indonesia," perintah Sekretaris Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Sesditjen Pendis), Moh. Isom Yusqi, kepada Kepala Subdit Pendidikan al Qur`an, Irhas Shobirin, beserta jajarannya pada Rapat Koordinasi Penyelenggaraan MHQ (Musabaqah Hifdzil al Qur`an) Nasional beberapa hari yang lalu di Bogor-Jawa Barat (Rabu, 17/05/2015)
Tentang berbagai macam metode membaca dan pembelajaran al Qur`an, guru besar IAIN Ternate ini menegaskan kembali bahwa metodologi cepat membaca al Qur`an di nusantara sangatlah banyak dan beraneka macam melebihi di negara-negara Arab yang notabene adalah tempat turunnya al Qur`an. "Di negara Timur Tengah saja masih menggunakan metode Baghdadi peninggalan Dinasti Abbasiyah peninggalan Turki Usmani. Oleh karena itu saya mengistruksikan segera dipilah dan dipilih metode mana yang paling bisa diterima di masyarakat dan segera untuk dibantu disosialisasikan dalam rangka meningkatkan literasi al Qur`an khsususnya dikalangan generasi muda," ucap Sesditjen Pendis ini.
Sedangkan terkait menghafal al Qur`an yang sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia, juga mengistruksikan hal yang sama. "Metode menghafal juga banyak dan bermacam-macam; ada per wajh, per maqra`, per hizb, dan seterusnya. Bahkan di salah satu di pesantren di Cirebon menggunakan metode membaca al Qur`an bisa dari belakang sebagaimana menghafalkan Kitab Alfiyah Ibnu Malik. Saya harap semua metode ini dikoleksi kemudian dibandingkan dengan metode yang lain yang baru misalnya metode yang ada di Pesantren Sulaymaniyah-Turki agar meningkatkan para penghafal al Qur`an di tanah air," kata alumnus salah satu pesantren salafiyah di Malang-Jawa Timur ini.
Sedangkan menyangkut dengan permasalahan pasca tahfidz lanjut Isom, jangan sampai hafidz/ah kemudian menjadi mantan hafidz/ah. "Banyak orang hafal al Qur`an kemudian hilang hafalannya. Hafalan al Qur`an itu bisa bertahan selama 3 tahun kalau tidak dirawat. Menjadi politisi misalnya dan beraktifitas yang tidak ada hubungannya dengan al Qur`an menjadikan hafalannya hilang. Oleh karena itu Subdit Pendidikan al Qur`an harus membuat forum untuk menjaga hafalan para hafidz ini," kata Isom. (@viva_tnu/dod)
Bagikan: